
Mengqadha Puasa Ramadhan
Orang yang membatalkan puasa Ramadhan bukan disebabkan oleh berhubungan suami istri, tapi oleh hal lain seperti makan, minum, memasukkan air sampai masuk ke otak, bercumbu sampai keluar seperma, masturbasi sampai keluar mani, dan ia memiliki jasmani yang prima mampu untuk berpuasa, maka ia wajib mengqadha puasanya sebelum Ramadhan di tahun yang akan mendatang. Tapi jika rasa malas yang menggelayutinya dalam mengqadha puasanya maka ia wajib membayar fidyah untuk setiap hari Ramadhannya di samping mengqadhanya.
Hal tersebut di atas sesuai apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, orang yang wajib mengqadha puasanya tapi tidak mengqadhanya tahun depannya “Ia membayar fidyah adalah memberi makan fakir miskin untuk satu hari Ramadhan satu mudd atau setara 600 gr. makanan pokok (sembako). Adapun menundanya disebabkan sakit atau sedang hamil maka ia tidak diwajibkan untuk membayar fidyah. Ia hanya diwajibkan mengqadha puasanya.
Bagaimana jika seseorang masih memiliki hutang puasa tapi keburu meninggal? maka yang wajib mengqadha puasanya adalah pihak keluarganya atau walinya. Berdasarkan redaksi hadis dari Aisyah, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang meninggal dunia,, dan ia memiliki kewajiban berpuasa, maka yang menggantikannya berpuasa adalah walinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Fidyah Ramadhan
Berikut kondisi-kondisi yang mengharuskannya membayar fidyah saat Ramadhan:
- Orang yang sudah tua dan orang yang sakit tidak mempunyai harapan dalam kesembuhan, keduanya tidak diwajibkan berpuasa, hanya membayar fidyah saja. Dibolehkan pembayaran fidyah sebelum masuk bulan Ramadhan. Begitu juga dibolehkannya untuk membayar fidya setiap harinya pada saat matahari terbenam.
- Perempuan Hamil dan Menyusui, keduanya tidak diwajibkan berpuasa tapi membayar fidyah.
- Orang yang wajib mengqadha puasa Ramadhannya tapi tidak mengqadhanya, sampai datang Ramadhan berikutnya, maka baginya membayar fidyah.
- Orang yang meninggal dunia tapi belum sempat mengqadha puasanya dan pihak keluarganya tidak ada yang mengqadhanya, maka diwajibkan membayar fidyah.
Fidyah diserahkan kepada orang fakir atau miskin. Setiap mudd berbeda dari mudd yang lain. Dibolehkan menyerahkan beberapa mudd fidyah untuk satu orang dan untuk satu bulan kepada satu orang miskin atau satu orang fakir.
Kafarat dan Ketentuan Yang Menyertainya
Apabila sepasang suami istri berhubungan di saat puasa Ramadhan, maka baginya ada dua kondisi:
Pertama: Jimanya terjadi karena uzur, seperti ia lupa bahwa sedang berpuasa lalu bersenggama dengan istrinya atau karena tidak mengetahui hukumnya. atau dengan sengaja membatalkannya melalui makan dan minum setelah itu berlanjut bersetubuh. Atau ia berpuasa (bukan di bulan Ramadhan) atau mengira waktunya masih malam lalu menyetubuhi istrinya dan baru diketahui bahwa fajar telah terbit.
Kedua: Hal ini terjadi bukan disebabkan dengan adanya uzur terkait. Dalam situasi ini ia wajib mengqadha puasanya seperti yang disebutkan di atas, bersamaan dengan itu dia juga wajib membayar kafarat.
Membayar Kafarat Ditanggung Oleh Suami
Kewajiban membayar kafarat ini ditanggung oleh suami yang menyetubuhi istrinya menurut pendapat yang lebih kuat dari madzhab Asy-Syafi’i. Sedangkan istri tidak dikenai denda kafarat meskipun jima terjadi sedang berpuasa. Hal ini disamakan seperti (calon) suami yang harus membayar mahar ketika hendak menikahi seorang perempuan.
Macam-Macam Kafarat
Kafarat karna jima tanpa uzur, jenisnya sebagai berikut:
- Memerdekakan budak yang beriman
- Berpuasa dua bulan berturut-turut
- Memberi makan 60 fakir miskin, setiap satu orang satu mudd (600 gr) makanan pokok (sembako)
- jika tidak mampu juga maka hendaknya menyedekahkan kurma, sebagaimana kisah seorang badui yang dibebankan dipundaknya untuk membayar kafarat
Bilangan Kafarat
Kafarat yang disebabkan membatalkan puasanya dalam kondisi berjima yang dilakukan lebih dari satu kali maka orang yang melakukannya wajib membayar satu kafarat untuk satu harinya, karena itu merupakan ibadah yang tersendiri sehingga kafaratnya tidak bisa disatukan.
Namun jika menjima istrinya lebih dari satu kali dalam satu hari maka orang yang melakukannya hanya wajib membayar satu kafarat saja di waktu menjima yang pertama, sedang jima yang kedua tidak diwajibkan apa apa karena jima tersebut dilakukan ketika ia sudah tidak berpuasa.
Jika ia menjima istrinya di siang hari, lantas setelah itu datang uzur yaitu sakit atau melakukan perjalanan jauh, maka kafaratnya dalam hal ini tidak gugur, karena uzur yang ada datang setelah melakukan jima.
Syarat-Syarat Diwajibkannya Kafarat
Jika terpenuhi syarat-syarat pada diri seseorang, maka ia wajib menunaikannya, berikut yang akan dijabarkan:
- Jima. Orang yang membatalkan puasanya karena makan dan minum dan selainnya tidak diwajibkan membayar kafarat
- Laki-laki. Perempuan tidak diwajibkan membayar kafarat
- Baligh. Kafarat tidak diwajibkan bagi anak-anak dan orang gila
- Merusak (membatalkan) puasa. Kafarat tidak diwajibkan bagi orang yang lupa karena jima lantaran lupa tidak merusak puasa. Sama halnya ketika lupa makan dan minum
- Di bulan Ramadan. Kafarat tidak diwajibkan bagi yang merusak puasa nadzar, qadha, kafarat, dan puasa sunah dengan jima
- Berdosa. Kafarat tidak diwajibkan bagi orang yang sakit atau safar.
- Puasa. Kafarat tidak diwajibkan bagi orang yang didahulu oleh makan dan minum baru menjima istrinya
SUMBER:
Muhammad az-Zuhaili. (2018). Al-Mu’tamad Fiqih Asy-Syafi’i