PENDIDIKAN
Pendidikan sendiri merupakan bagian dari simbol yang menunjukkan adanya suatu peradaban yang bergerak maupun sedang tumbuh dan dikembangkan pula keterkaitannya dengan worldview kelompok, golongan, atau madzhab tertentu.
Sementara Buya Hamka memandang inti sari dari pendidikan sebagai sebuah upaya untuk menumbuh-kembangkan segala potensi manusia, yaitu meliputi akal, budi, cita-cita dan bentuk fisik agar terwujud pribadi yang baik serta dapat mencerminkan sikap dan prilaku sehari-hari sesuai dengan panduan jalan hidup Islami. Sedangkan Prof al-Attas mendefinisikan tujuan pendidikan ialah sebagai proses penanaman nilai-nilai kebaikan/keadilan dalam diri seseorang.
Ki Hadjar Dewantara sebagai bapak Pendidikan Indonesia memberikan usulan perihal konsep pendidikan yang seharusnya diimplementasikan agar dapat mewujudkan tercapainya tujuan Tri Pusat Pendidikan: (1) pendidikan keluarga, (2) pendidikan dalam alam perguruan (3) pendidikan dalam alam pemuda atau masyarakat. Semua pemikiran yang dicurah oleh bapak pendidikan mengharapkan adanya hasil tujuan yang sesuai harapan yaitu menghasilkan manusia tangguh dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia yang dimaksud adalah manusia yang bermoral, yaitu mampu melaksanakan budi pekerti dengan baik yang tidak meliputi penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan, tidak melakukan manipulasi keuangan dan tidak melanggar kesusilaan.
Dalam mengambil kesimpulan dari sudut pandang tersebut di atas pemerintah telah memberikan standardisasi sebagai berikut: “usaha untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”
MASUKNYA PAHAM SEKULER DAN ALIRAN SESAT
Pertarungan pemikiran ini di mulai ketika cendikiawan-cendikiawan Muslim melakukan perjalanannya untuk menuntut ilmu ke negeri Barat. Tetapi mereka lupa akan esensi dirinya sedang membawa sebuah misi hanya mempelajari perkembangan ilmu sains di Barat. Kemudian ketika para cendikiawan tersebut kembali ke kampung halamannya, mereka membawa, mengajarkan dan menyebarluaskan paham-paham ilmu yang jelas berbeda dengan kultur lingkungannya. Prof Hamid Fahmy Zarkasyi mengingatkan kepada ummat Muslim khususnya yang berada di Indonesia bahwa penggiringan opini tiap pewartaan media pada saat ini adalah “sikap toleransi ummat Muslim terhadap segala macam perbedaan termasuk agama, ideologi dan aliran sesat. Langkah selanjutnya opini tersebut menggiring agar mau menerima kebenaran tiap agama, idiologi dan aliran sesat yang jelas berbeda itu. Di sisi berbeda ummat Islam didorong agar intoleran terhadap sesama kelompok/madzhab/golongan yang masih termasuk dalam satu aqidah. Jauh sebelum itu, Prof al-Attas telah mengingatkan terlebih dahulu yaitu tantangan terbesar ummat ini bukan masalah ekonomi dan sebagainya tetapi permasalahan terbesar ummat adalah pengkaburan makna yang sebenarnya atau esensi dari ilmu itu sendiri.
ISLAMISASI ILMU
Proses Islamisasi ilmu bukan terindikasi dari adanya sebuah ilmu kepada hal-hal yang menunjukkan kekafiran pada sebuah ilmu tersebut, kemudian di Islam-kan, maka dinamakan Islamisasi. Tetapi Islamisasi ilmu ialah proses penempatan atau pengembalian suatu makna yang mengalami kekeliruan makna dan bisa menyebabkan kekacauan ilmu ke dalam prinsip-prinsip hakiki. Kemudian diturunkan epistimologi dan ontologinya.
KESIMPULAN
Upaya-upaya pemurnian makna dan pengembalian keilmuan membutuhkan orang-orang yang konsern di dalam bidang tersebut. Agar dapat disampaikan secara gamblang. Idealnya ketika mempelajari paham-paham yang berbeda ini harus disandingkan dengan bacaan-bacaan agama, agar simultan pemahaman antara pengetahuan sekuler dan pengetahuan agama.
SUMBER: