AQL Peduli, Khazanah – Pada tahun 90-an dalam pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar ada sebuah cerita mengenai kurir dengan seekor kudanya. Pada suatu ketika, kuda tersebut enggan berjalan, hanya duduk tak mau bergerak. Dicambuk dan dipaksa sang majikan, tetap saja, kuda itu tetap diam. Usut punya usut ternyata kuda itu sedang kelaparan.
Mengetahui hal itu, sang majikan menggantungkan dedak tepat di depan mata kuda. Tak butuh waktu lama, kuda tersebut bangkit dan berlari mengejar dedak yang sejatinya tak bisa ia dapat. Sampai kapan pun kuda tidak akan pernah mengambil dedak tersebut, kecuali sang majikan turun memberikan makanan itu kepadanya.
Ini hanya cerita fiksi, tapi intisari dari cerita itu mudah ditemui akhir-akhir ini. Betapa banyak orang yang bekerja dengan orientasi sesaat. Ia tak memperhitungkan bekal akhirat. Pada akhirnya, lelah berangkat pagi hari pulang bermacet-macetan tak memperoleh apa-apa di sisi Allah SWT.
Padahal, Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia mengenai perniagaan atau pun yang karir yang tidak akan merugi dunia akhirat. Petunjuk itu bisa ditemukan dalam surat Ash-Shaff ayat 10. Allah SWT berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Dalam ayat ini, Allah SWT hendak menunjukkan kepada manusia mengenai transaksi yang membebaskan dari azab yang pedih, baik di dunia maupun akhirat. Betapa banyak manusia yang telah bekerja keras, namun karena jiwanya dipenuhi materialisme semua jadi sia-sia. Setelah itu dia hanya hina di tengah masyarakat. Hanya karena nafsu sesaat. Di dunia saja sudah mendapatkan balasan pedih, tentu di akhirat akan lebih parah lagi.
Allah menunjukkan mengenai sebuah perniagaan antirugi. Perdagangan yang mendatangkan keuntungan di dunia maupun akhirat. Kenapa di dalam ayat itu Allah SWT menjanjikan terbebas dari api neraka? Ini karena puncak kebahagiaan seseorang ketika ada jaminan terbebas dari siksaan, ibarat seorang pedagang akan merasa senang bukan main jika dijamin tidak akan pernah gagal.
Ada dua amalan utama untuk mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Allah itu yakni beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad dengan harta maupun jiwa. Amalan ini tak asing bagi telinga umat Islam. Namun ibarat sebuah penyakit, kadang informasi dari Al-Quran masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
Dalam ayat itu sangat jelas, jika ingin untung dunia akhirat maka semua aktivitas harus berlandaskan keimanan kepada Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Pekerjaan kantor, pertaanian, dan semmua profesi harus diniatkan untuk Allah, untuk mencari keridaan-Nya melalui pekerjaan kita. Dengan begitu, setiap tenaga dan waktu yang dikeluarkan akan mendapat balasan kebaikan di sisi-Nya.
Demikian juga berjihad, harta maupun jiwa. Ketika mendapatkan keuntungan maka tidak sangat tidak wajar jika melupakan kewajiban sebagai orang beriman, maupun mahluk sosial. Harta itu harus disedekahkan, diinfakkan, dan zakatnya dikeluarkan agar berkah di sisi Allah. sedekah, infak, dan zakat itu tidak pernah mengurangi harta, justeru sebaliknya, ia memberikan keberkahan sehingga tak akan pernah habis.
Bukankah Allah mengatakan dalam Al-Qur’an bahwa sedekah itu ibarat menanam satu biji, dan darinya tumbuh satu pohon dengan 700 ranting yang semuanya berbuah lebat. Ini hanya gambaran agar akal kita bisa membayangkan balasan dari Allah untuk orang yang pandai bersedekah. Tentu balasan di akhirat jauh lebih besar, yakni surge-Nya.
Mengenai hal ini, ada sebuah kisah yang bisa menjadi contoh bagi semua manusia. Kisah mengenai Said bin Amir. Setelah diangkat oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi gubernur Himsh, sebuh kota kecil di Kufah, Said bin Amir berangkat menuju daerah tersebut. Dia pun pergi dengan membawa sedikit uang.
Kemudian, suatu saat beberapa orang dari penduduk Himsh yang dipercaya Amirul mukminin datang mengunjunginya. Amirul mukminin Umar bin Khattab berkata kepada mereka, “tuliskan nama-nama orang miskin kalian sehingga dapat terpenuhi kebutuhan mereka.’
Mereka pun menyerahkan daftar orang orang fakir yang butuh disantuni, di dalamnya terdapat nama Fulan, Fulan dan Said bin Amir. Umar bertanya, “siapa Said bin Amir ini?
Mereka menjawab, “dia pemimpin kami.” Umar lantas kembali bertanya, pemimpin kalian termasuk orang fakir? Mereka menjawab, “benar, demi Allah. Di rumahnya tidak ada tungku api menyala selama berhari-hari.”
Mendengar keterangan itu Umar menangis hingga air matanya membasahi janggut. Kemudian Ia mengumpulkan uang sebanyak 1.000 Dinar dan menaruhnya dalam kantong seraya berkata, “sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya bahwa Amirul mukminin mengirimkan uang untuk memenuhi semua kebutuhannya.”
Sang utusan datang membawa titipan Amirul mukminin. Said bin Amir lalu melihat bungkusan itu dan ternyata di dalamnya terdapat banyak uang dinar. Dia menolaknya seraya mengucapkan, “innalillahi wa inna ilaihi rojiun, seakan-akan dia terkena musibah. Lalu istrinya datang tergopoh-gopoh sambil bertanya, “ada apa said? Apakah Amirul mukminin sudah wafat?
Said menjawab, “bahkan lebih dahsyat dari itu.” Istrinya bertanya lagi, “apa yang lebih dahsyat dari itu? Said menjawab, “dunia sudah merasuki diriku untuk merusak akhiratku dan sekarang fitnah sudah menyebar di rumahku.”
“Kalau begitu campakkan saja,” balas istrinya padahal wanita itu tidak tahu mengenai uang dinar tersebut.
“Maukah kau menolongku untuk melakukannya,” tanya Said. ‘Ya” jawab istrinya.
Maka Said mengambil uang dinar itu dan membagikannya dalam beberapa bungkusan lalu menyerahkan kepada orang-orang Islam yang fakir.
Inilah kisah seorang sahabat yang berdagang dengan Allah lewat jabatannya. Dia tidak memimpikan mobil dinas. Dia memegang amanah dengan sangat luar biasa. Itulah yang membuat dia untung dunia akhirat. (Admin)
Sumber: Ceramah Ustaz Bachtiar Nasir