cropped-Desain_tanpa_judul__21_-removebg-preview-1.png

Perbaiki Shalat, Hidup Akan Bahagia Sampai Akhirat

AQL Peduli, Jakarta – Pada hari kiamat kelak, segenap umat manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar dan menghadapi hari perhitungan, segala amalnya akan dilihat dan ditimbang. Amal sekecil apapun pasti mendapat balasan. Tidak ada satu manusia yang bebas dari persidangan Maha Adil itu.

Namun pada hari itu, Allah pertama kali menghisab amalan salat. Jika ibadah yang disebut sebagai tiang agama itu diterima, maka semua amal kebaikan lainnya akan mendapat ganjaran dari Allah. Namun sebaliknya, neraka telah menanti orang-orang yang ibada salatnya tidak diterima di sisi-Nya.

Abu Hurairah pernah meriwayatkan sebuah hadist yang dinukilkan sejumlah imam pengarang kitab Sunan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Amalan hamba yang pertama kali dihisab hari kiamat adalah shalat, jika sholat itu bagus, dia beruntung dan berhasil, jika cacat dia menyesal dan merugi. Bila shalat wajibnya tidak sempurna, Allah SWT berkata, ”Lihatlah apakah hamba-Ku punya amalan sunnah sehingga bisa menutupi amalan wajibnya, dengan demikian tertutup segala amalnya.”

Shalat adalah tiang yang membentuk bangunan Islam bersama dengan rukun Islam lainnya. Jika satu pilarnya roboh maka bangunan tersebut juga akan turut hancur. Shalat dalam Islam memiliki kedudukan yang mulia dibandingkan dengan amal-amal lainnya.

Bagi orang yang memiliki target jelas untuk kehidupan akhiratnya, maka informasi dari sabda Nabi SAW tersebut merupakan informasi yang sangat berharga. Dia akan berfikir jauh ke depan untuk mempersiapkan amalan terbaik itu di hadapan Allah. Tentu tidak keinginan amalan jihad, pahal Qur’an, sedekah, dan lain sebegainya sia-sia belaka hanya karena shalat tak diterimah.

Maka itu, orang yang berfikir visioner akan memperbaiki shalat sebelum melakukan amalan lainnya. Dia menyadari bahwa shalat adalah barometer kehidupan akhirat. Maka sejak di dunia, ia juga menjadikan shalat sebagai barometer agar semua amalan kebaikan bernila di sisi Allah.

Shalat sebagai solusi

Berbagai permasalahan yang timbul dalam kehidupan seseorang itu karena bersumber dari shalat yang tidak berkualitas. Sama halnya di akhirat, akar masalah di dunia ini bersumber dari shalat yang dikerjakan dengan lalai. Bukankah shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Sementara akar dari semua masalah di dunia ini adalah perbuata keji dan munkar itu.

Perbuatan keji munkar pertama kali akan merusak jiwa seseorang. Dari sana melahirkan ketidaktenangan, hati tidak tentram, pikiran semrawut, yang pada akhir salah satu efek sampingnya adalah penyakit fisik bermunculan.

Masalah-masalah itu bisa dicegah dengan shalat. Ketika mengangkat tangan untuk takbir, seseorang yang shalat dengan khusyu akan merasakan kebesaran Allah SWT. Begitu pula ketika rukuk dan sujud, dia akan merasakan betapa hina dirinya sebagai hamba. Melalui shalat, hati seseorang akan menjadi tenang. Bukankah Allah berfirman; “Hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang.”

Coba perhatikan bagaimana Nabi Ibrahim AS memenej masalah dalam keluarganya. Ketika dia mendapat wahyu untuk menyerukan tauhid ke seluruh umat manusia. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengajak isterinya, Siti Hajar dan putranya Ismail, ke daratan tandus dan kering di antara dua bukit. Sebuah gurun yang sangat panas, gersang tanpa peradaban.

Ibrahim harus meninggalkan mereka di sana. Kemudian Siti Hajar bertanya tanya, mengapa suaminya meninggalkan dia dan Ismail anaknya yang masih kecil di padang pasir yang tak bertuan?

Dikutip dari Kisah Para Nabi : Sejarah Lengkap Kehidupan para Nabi sejak Adam A.S. hingga Isa A.S, karya Ibnu Katsir, Siti Hajar mengikuti Nabi Ibrahim yang hendak pergi sambil berkata, “Wahai Ibrahim, engkau hendak pergi ke mana? Apakah engkau hendak pergi meninggalkan kami sementara di lembah ini tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada makanan sama sekali?”

Pertanyaan Siti Hajar diucapkan berkali kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menoleh dan tidak pula menjawab, hingga akhirnya Hajar berkata kepada sang Nabi, “Apakah Allah memerintah kan hal ini kepada mu?”

Ibrahim menjawab, “Ya.” Hajar kemudian berkata, “Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.” Setelah itu, Hajar tak bertanya lagi.

Ibrahim terus pergi hingga ketika beliau sampai di tsaniyah, yang tidak bisa dilihat oleh orang-orang, beliau segera menghadap kan wajahnya ke Baitullah.

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekillah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur ” (QS Ibrahim:37).

Begitulah akhirnya, Siti Hajar dan Ismail hidup berdua saja di tempat tandus itu, yang kini disebut dengan kota Mekkah.

Siti Hajar terus-menerus menyusui Ismail sampai tak terasa perbekalan air dan kurma hampir habis. Dan pada akhirnya, Siti Hajar sudah tidak bisa menyusui lagi. Ketika air susu Siti Hajar kering, Ismail mulai kehausan dan terus menangis dengan keras.

Siti Hajar kebingungan dan berlari kecil ke bukit Shafa lalu ke bukit Marwah untuk mencari pertolongan. Namun tak seorang pun yang ditemui di tanah tandus itu. Siti Hajar berdoa agar pertolongan Allah segera datang.

Tiba-tiba Siti Hajar mendengar ada suara dan muncul sebuah mata air. Dia pun mendekatinya dan membuat gundukan di sekitar air tersebut agar tidak mengalir ke mana-mana. Air tersebut lalu diberikan kepada Ismail yang kehausan. Mereka berdua selamat melewati ujian itu. Mata air itu yang disebut sebagai air zamzam.

Salah satu hikmah besar dari kisah Nabi Ibrahim adalah menjadikan shalat sebagai solusi semua masalah. Di tengah padang pasir tanpa peradaban itu, Ibrahim berdoa agar anak keturunannya dijadikan orang yang senantiasa mendirikan shalat. Ya, shalat.

Pelajaran pertama Ibrahim adalah dirikanlah shalat. Ia percaya, Allah akan memberikan petunjuk bagi orang-orang yang menjaga ibadah tiang agama itu. Poin ini bisa dipetik ketika Hajar berkeliling di antara bukit Marwa dan bukit Safa. Apakah Hajar mendapatkan air di kedua bukit itu?

Tawaf memang melambangkan ikhtiar seseorang. Tapi tetap saja, air zamzam keluar dari kakbah, tempat shalat seluruh umat manusia. Betapapun kerja keras seorang suami untuk memberikan nafkah terbaik untuk keluarga, pendidikan untuk anak-anaknya, tapi ilmu itu tidak akan berguna di dunia dan akhirat jika luput dari ajaran shalat. Maka penting dan barometer seorang ayah sukses menjadi teladan adalah ketika anaknya mampu mendirikan salat tanpa disuruh.

Hikmah kedua dari kisah Ibrahim di atas adalah berkaitan dengan tempat tinggal. Ibrahim tidak membawa membangun rumah untuk keluarganya di puncak gunung yang terbebas banjir, atau di perkotaan agar dekat pasar, tapi dia menempatkan keluarganya di dekat tempat salat. Dalam Islam, sumber rezeki itu tidak ditentukan oleh lokasi, tapi shalat seseorang. Sebagaimana shalat menjadi barometer di akhirat kelak, demikian pula ibadah agung itu menjadi barometer di dunia.

Mesi tandus nan gersang, tapi Ibrahim merasa aman dan tentram karena istri dan anaknya berada di dekat rumah Allah untuk mendirikan shalat. Maka sepatutnya sebagai muslim sudah menjadikan salat sebagai patokan hidup. Itu akan lebih bermakna jaripada menjadikan dunia sebagai ambisi.

Sumber: Ceramah Ustaz Bachtiar Nasir

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scan the code