AQL Peduli, Jakarta – Ambisi kemewahan dunia, wanita cantik, tahta tertinggi kerap menjadikan banyak orang terpental dari jalan yang lurus. Padahal Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur seluruh dimensi kehidupan seorang hamba. Islam memberikan solusi paling jitu pada setiap setiap masalah.
Di antara ajaran Islam yang memberikan solusi bagi manusia untuk mencapai tujuan adalah memperbanyak istighfar. Logika manusia memang sukar mencerna, tapi faktanya demikian. Sejarah telah mencatat banyak kisah tentang orang yang mencapai tujuan degan istighfar.
Dalam Tafsir al-Qurthubi, bahwa suatu hari ada orang yang mengadu kepada al-Hasan al-Bashri tentang lamanya paceklik, maka beliaupun berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian datang lagi orang yang mengadu tentang kemiskinan, beliaupun memberi solusi, “Beristighfarlah kepada Allah”. Terakhir ada yang meminta agar didoakan punya anak, al-Hasan menimpali, “Beristighfarlah kepada Allah”.
Ar-Rabi’ bin Shabih yang kebetulan hadir di situ bertanya, “Kenapa engkau menyuruh mereka semua untuk beristighfar?”. Maka al-Hasan al-Bashri pun menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Namun sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.”
Selain kisah di atas, ada satu kisah yang sangat mahsyur datang dari Imam Ahmad bin Hanbal. Siapa yang tak kenal beliau? Dia adalah ulama besar pendiri mazhab Hanbali (murid Imam Syafi’i) punya kisah menarik bertemu dengan seorang penjual (tukang) roti yang merindukannya. Di masa akhir hidup beliau bercerita, “Suatu ketika (ketika saya sudah usia tua) saya tidak tahu kenapa ingin sekali menuju ke salah satu kota di Irak (Bashrah).
Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada hajat. Akhirnya Imam kelahiran Baghdad tahun 164 Hijriyah itu berangkat menuju Bashrah. Dalam manaqibnya, beliau bercerita, “Pas tiba di sana waktu Isya’, saya ikut salat berjamaah isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya pingin istirahat”.
Begitu selesai salat dan jamaah bubar, Imam Ahmad pingin tidur di masjid, tiba-tiba Marbot masjid datang menemui imam Ahmad sambil bertanya “Kenapa syeikh, mau ngapain di sini?”. Untuk diketahui, kata Syekih biasanya dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang alim (berilmu).
Dalam kisah ini, panggilan Syeikh adalah panggilan sebagai orang tua, karena sang marbot tidak mengenal Imam Ahmad, dia melihat beliau hanya sebagai sebagai orang tua yang layak dihormati.
Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Sosok Imam Ahmad di Irak sangat populer, semua orang kenal beliau, seorang ulama zuhud ahli hadis dan hapal sejuta hadis. Pada masa itu tidak ada foto sehingga orang tidak tau wajahnya, cuma namanya sudah terkenal.
Kata Imam Ahmad: “Saya ingin istirahat, saya musafir”. Sang marbot menanggapi, “Tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid”.
Imam Ahmad bercerita, “Saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid, Setelah keluar masjid, dikunci pintu masjid. Lalu saya pingin tidur di teras masjid.”
Ketika sudah berbaring di teras masjid, marbotnya datang lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad. “Mau ngapain lagi syeikh?” Kata marbot. “Mau tidur, saya musafir,” kata imam Ahmad. Lalu marbot berkata, “Di dalam masjid gak boleh, di teras masjid juga gak boleh”. Imam Ahmad pun diusir.
Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual jual roti). Penjual roti ini sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot masjid.
Ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh: “Mari syeikh, anda boleh menginap di tempat saya, saya punya tempat, meskipun kecil”. Kata imam Ahmad “baik”. Imam Ahmad masuk ke rumahnya, duduk di belakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tidak memperkenalkan siapakah dirinya, hanya bilang sebagai musafir).
Penjual roti ini punya perilaku unik, jika Imam Ahmad mengajak ngomong, dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar, “Astaghfirullah”. Ketika maruh garam Astaghfirullah, mecahin telur Astaghfirullah, campur gandum Astaghfirullah. Tukang roti ini selalu mendawamkan istighfar. Sebuah kebiasaan mulia. Kebiasaan itu pun menarik perhatian Imam Ahmad.
Lalu Imam Ahmad bertanya: “Sudah berapa lama kamu lakukan ini?”. Orang itu menjawab: “Sudah lama sekali syeikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan”.
Imam Ahmad bertanya “Ma tsamarotu fi’luk?” “apa hasil dari perbuatanmu ini?”. Tukang roti itu menjawab “(lantaran wasilah istighfar) tidak ada hajat yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta ya Allah, langsung diterima”.
Lalu orang itu melanjutkan: “Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kasih”. Imam Ahmad penasaran dan bertanya: “Apa itu”. Kata orang itu “saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad”.
Mendengar itu, seketika itu Imam Ahmad langsung bertakbir: “Allahu Akbar”. Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan ternyata berkat istighfarmu”.
Penjual roti itu pun terperanjat seraya memuji kebesaran Allah. Dia tak menyangka kalau orangtua yang diajaknya menginap di tempatnya adalah seorang ulama besar yang dirindukannya.
Demikian kisah Imam Ahmad bin Hanbal dan istighfar tukang roti yang penuh hikmah. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (mendawamkan) istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya”.
Begitu kuatnya magnet istighfar jika dibaca oleh orang yang punya keinginan. Keinginan yang digantungkan oleh Allah. betapa kuatnya makna istighfar untuk meraih cita-cita, jika cita-cita itu diridai oleh Allah. betapa hebatnya sebuah pekerjaan jika dimulai dengan istighar, karena dia akan mendapatkan ekstra kesucian, dan akan mendapatkan puncak kemuliaan, jika dimulai dengan istighfar.
Sumber: Ustaz Bachtiar Nasir