cropped-Desain_tanpa_judul__21_-removebg-preview-1.png

Marhaban ya Ramadhan: Menjadi Hamba Allah yang Sukses di Bulan Ramadhan

Target yang harus dicapai seorang muslim di awal Ramadhan adalah memperkuat tali hubungan dengan Allah Ta’ala. Apa yang sudah dilakukan kemarin, hari ini, dan hari esok adalah proses takwa. Tapi ke mana kira-kira arah takwa yang harus dituju pada awal ramadhan ini?

Shalat taraweh, qiyamullail, shalat witir, beristighfar di waktu sahur, mengambil berkah walau seteguk air di waktu sahur, membaca quran, bekerja, menuntut ilmu, salat jamaah di masjid pada waktunya, bersedekah, dan memberi makan orang miskin merupakan proses takwa. Semua ibadah itu merupakan sebuah proses menuju Allah Ta’ala. Dengan itu, hati akan menjadi tentram.

Tetapi itu semua bukan sekedar sampai pada terminal ketentraman. Ketentraman yang kita capai lewat ibadah-ibadah itu adalah “kembalilah wahai jiwa-jiwa yang tenang ke pangkuan Tuhanmu”. Kembalilah kepada Allah yang Maha Cinta, Maha Penyayang, Maha Pelindung agar kita mendapat balasan rida-Nya.

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي

“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya! Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku!” (Al-Fajr:27-30)

Sebelas bulan sudah pandai mencari dunia. Adalah bodoh kalau di bulan suci ramadhan, bulan ibadah ini, dijadikan pula untuk kepentingan dunia lagi. Sungguh orang seperti itu tidak tahu dan tidak pandai memenej waktu. Ramadhan adalah moment untuk menjauhi segalah sesuautu yang membuat kita semakin jauh dari Allah Ta’ala. Pekerjaan pun harus diwarnai dengan suasana ibadah. Setan tidak pernah rela ada orang sukses di bulan suci ramadhan. Maka itu, sebelas bulan setan membentuk kebiasaan agar gagal di bulan suci ramadhan.

Menjadi Hamba Allah Ta’ala

Untuk menyempurnakan ketaatan yang sedang dilakukan, untuk menyempurnakan ketentraman jiwa yang sudah dirasakan dengan ibadah, dan agar semakin kuat mencapai ridha-Nya, maka masuklah ke dalam golongan hamba Allah.

فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

Ini adalah sebuah predikat awal orang-orang yang sukses di bulan ramadhan. Kalau Allah sudah mencintai seorang hamba, maka hamba itu dipanggil dengan kata ‘abdiy, abduhu, atau ibaadiy’.

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Hijr: 49)

Ini adalah berita besar, tapi dikhususkan kepada ‘ibaadiy’ (hamba-hamba-Ku). Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang mengampuni dosa-dosa semua hamba-Nya, menutupi aib yang dilakukan selama sebelas bulan, bahkan menyembuhkan penyakit kecenderungan berbuat dosa yang susah ditinggalkan.

Pada bulan ramadhan, Allah Ta’ala tidak hanya mengampuni dosa hamba-Nya, tapi ar-Rahim akan mendaur ulang semua dosa itu menjadi pahala jika beriman dan beramal saleh setelah bertaubat. Gelar ‘hamba Allah’ itu sangat tinggi. Pada ayat lain Allah Ta’ala berfirman;

وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِى الزَّبُوْرِ مِنْۢ بَعْدِ الذِّكْرِ اَنَّ الْاَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصّٰلِحُوْنَ

“Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lauh Mahfuzh), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh. (QS. Al-Anbiya’: 105)

Ini adalah SOP Tuhan di muka bumi. Allah sang pemilik kerjaan langit dan bumi sudah membuat aturan dan tidak ada yang bisa merubahnya. Sesungguhnya orang yang akan memusakai bumi adalah ‘ibaadiy’ (hamba Allah). Untuk mendapatkan status itu, Allah sudah mengajarkan sebuah doa dalam Al-Qur’an.

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ

“Ya Tuhanku, berikan aku ilham agar dapat mensyukuri nikmat yang Engkau berikan kepadaku dan kepada orangtuaku. (Restuilah diriku) untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan yang Engkau ridai. Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (An-Naml:19)

Terkhusus di bulan ramadha, perbanyak membaca doa dari ayat di atas. Jika sudah mendapatkan predikat ‘hamba Allah’, maka hidup tidak akan letih tertatih mencari dunia yang pas-pasan. Hidup tidak akan guncang dengan dunia yang belum tentu diperoleh. Allah sudah menetapkan aturan main. Hal itu yang perlu dipahami secara cerdas. Allah Ta’ala hanya memusakakan bumi kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh.

Dalam munasabat Al-Qur’an, terdapat hubungan mengapa surah Al-Kafirun berada di urutan 109 dan urutan ke 110 adalah surah An-Nashr. Hidup di dunia tidak akan mendapatkan nashrun minallah (pertolongan dan kemenangan dari Allah) sebelum mengamalkan surah Al-Kafirun. Peta ini yang harus dipahami oleh orang yang sibuk dengan pekerjaan dunia sehingga menari-nari di tengah genderang yang ditabuh oleh setan.

Dunia ini tidak akan pernah sepi dari kekacauan. Tetapi orang yang selamat adalah hamba-hamba Allah yang mengatakan “aku tidak akan menyembah objek yang kamu sembah. Aku tidak akan menyembah dengan cara yang kamu sembah.” Dua prinsip itu terdapat dalam surah al-Kafirun ayat 3-4. Orang yang memegang teguh dua prinsip itu dikategorikan sebagai hamba Allah Ta’ala.

Jangan Menjadi Muslim Oprotunis

Untuk menyandang status ‘hamba Allah’ butuh perjuangan dan pengorbanan. Tidak serta merta mendapatkan gelar mulia itu. Salah satu pantangan yang harus dihindari adalah menjadi muslim oportunis. Muslim yang tidak konsisten dengan keyakinan mereka. Pagi beriman, sore kafir lagi. Pagi kafir, sore beriman lagi. Begitu seterusnya. Muslim oportunis sangat banyak di akhir zaman. Sangat susah konsisten.

Di sini pula rahasia munasabat surah An-Nashr dan surah Al-Lahab. Orang-orang yang ingin menang tapi tidak mengamalkan surah al-Kafirun, maka dia akan seperti Abu Lahab. Hidup bersama Rasulullah tapi masuk ke dalam neraka yang bergejolak. Sama saja, hidup sebagai muslim, tapi tidak menjalankan syariat Islam.

Berhenti Beragama Materialisme

Untuk menjadi hamba Allah, berhenti menganut agama materialisme. Keluar dari penghambaan kepada materi. Penyakit ini sangat halus. Kadang luput dari perhatian. Namun sebenarnya sangat banyak contohnya. Budaya korupsi semakin merajalela. Budaya sogok-menyogok adalah hal lumrah. Hedonisme. Sampai ada orang yang menukar agama dengan dunia. Orang-orang sekarang lebih takut kelihatan CCTV daripada dilihat oleh Allah Ta’ala.

Bulan ramadhan adalah moment untuk bertaubat. Tidak perlu takut untuk kembali kepada Allah, karena Dia Maha Penerima Taubat. Ramadhan adalah momen untuk keluar dari cinta dunia, terkhsus cinta harta. Ini adalah penyakit yang menggerogoti masyarakat Indonesia, mulai dari pemimpin hingga rakyat jelata. Pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, gaya hidup pemimpin, sudah mengarahkan pada agama baru yang bernama materialisme. Ukuran sukses, terhormat, bahkan mulia adalah harta.

Ada tiga cara untuk sembuh dari penyakit ini, yakni:

  1. Berzakat

Zakatmu akan membebaskan dari miskin jiwa dan miskin harta. Tak ada manusia yang menetahui umurnya sampai kapan. Maka keluarkan zakat mal dan zakat fitrah. Ini untuk menanamkan agar berani keluar dari sifat dasar manusia yang sudah berlebihan. Kebiasaan menumpuk-numpuk harta dan cinta materi.

  1. Sedekah

Sedekah akan membebaskan seseorang dari banyak musibah. Sedekah akan membahagiakan hidup seseorang. Selain zakat fitrah yang sedikit itu, zakat mal yang memang wajib, harus ada sedekah yang banyak.

Rasulullah SAW bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah. Dan seorang hamba yang memiliki sifat pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya” (HR. Muslim, no. 2588).

  1. Jiha harta

Dengan jihad harta hidup akan mulia, dan bangsa akan berdaulat dan bertartabat. Jiwa tidak akan tertindas jika berani berjihad harta. Dikutip dari buku ‘Para penggenggam Surga’ karya Syaikh Muhammad Ahmad ‘Isa, pada tahun sembilan Hijriyah kerajaan Romawi sedang berada dalam kejayaan. Romawi yang kala itu dipimpin oleh Heraklius berencana menyerang Jazirah Arab. Terlebih keberadaan Rasulullah SAW bersama kaum Muslimin kala itu sampai ke telinga Heraklius, membuatnya penasaran dan bernafsu untuk menaklukannya.

Kabar ini sampai kepada Rasulullah SAW dan Beliau sambut dengan seruan kepada kaum Muslimin untuk berjihad. Namun, kala itu jazirah Arab sedang mengalami puncak musim panas. “Temperatur udara sangat tinggi sampai-sampai panasnya hampir melelehkan gunung,” kata Khalid Muhammad Khalid, seorang penulis sastra sejarah dari Mesir.

Akibat musim panas tersebut terjadi kekeringan yang menyebabkan kaum Muslimin mengalami paceklik, sehingga jika harus berjihad mereka bingung untuk memperoleh perbekelannya dari mana. Kondisi yang seperti itu membuat Rasulullah SAW menyeru kepada para sahabatnya untuk mendanai pasukan Jaisyul ‘Usrah atau pasukan dengan keadaan sulit.

Beliau menjanjikan ganjaran yang besar dari Allâh Azza wa Jalla bagi mereka yang berinfak pada perang ini. Imam al-Bukhâri meriwayatkan, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ جَهَّزَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ فَلَهُ الْجَنَّةُ “Barangsiapa menyiapkan pasukan ‘Usrah, maka baginya surga”.

Maka, para sahabat dengan antusias memenuhi seruan tersebut. ‘Umar bin Khatab menuturkan: “Inilah saatnya, aku akan mengalahkan Abu Bakar Ash-Shiddiq (dalam kebaikan).”

Esok harinya, dia berangkat menemui Rasulullah SAW membawa separuh hartanya untuk membiayai jaisyul ‘usrah ini. Rasulullah bertanya kepadanya: “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu, wahai ‘Umar?” “Masih ada separuhnya buat mereka, wahai Rasulullah,” jawab ‘Umar.

Tak berapa lama datanglah Abu Bakar dengan menyeret hartanya yang cukup banyak dan menyerahkannya kepada Rasulullah SAW. Melihat harta yang cukup banyak itu, Rasulullah bertanya pula padanya: “Apa yang engkau tinggalkan buat keluargamu, wahai Abu Bakar?”

Abu Bakar menjawab: “Allah dan Rasul-Nya, yang aku tinggalkan untuk mereka.” Mendengar jawaban yang penuh keyakinan ini, ‘Umar berkata: “Demi Allah, aku tidak akan berlomba lagi dalam hal apapun denganmu selama-lamanya, wahai Abu Bakar.”

Kemudian, datanglah ‘Utsman dengan membawa 1.000 dinar di kantongnya dan diletakkannya di pangkuan Rasulullah SAW. Melihat harta tersebut, Rasulullah SAW membolak-balikkan dinar yang ada di tangan beliau, seraya berkata: “Setelah hari ini, apa pun yang dilakukan Utsman tidak akan membahayakannya (di akhirat).

Bahkan menurut penyaksian Abdurrahman ibn Auf, Utsman mendanai pasukan tersebut dengan 700 uqiyah emas. Khalid yang meriwayatkan dari Hassan menyatakan, bahwa Utsman memberikan dana sebesar 750 unta dan 50 kuda pada perang tersebut.

Setelah pasukan siap, Rasulullah SAW pun memimpin mereka bergerak hingga ke sebuah tempat bernama Tabuk yang letaknya berada di antara Madinah dan Damaskus, maka perang ini disebutlah perang Tabuk. Di tempat inilah datang sebuah kabar gembira bahwa pasukan Romawi gentar dan bergerak mundur meninggalkan Damaskus.

Alhasil peperangan selesai dengan kekalahan di pihak Romawi tanpa jatuh satu pun korban. Kaum Muslimin kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan dan perbekalan yang utuh. Meski demikian, Utsman tidak sepeser pun meminta kembali dana atau perlengkapan yang telah beliau berikan bagi pasukan ini.

Apakah dengan itu mereka kekuarangan? Bukankah mereka mulia dengan itu? Bahkan izzah Islam menjadi kuat. Poin ketiga ini yang banyak dilupakan oleh umat Islam, jihad harta. Dengan jihad harta, minimal seseorang akan menjadi orang mulia dan Islam akan jaya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scan the code