Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam terjebak dalam kebingungan. Beliau gelisah, hatinya gundah, berdiam sendiri dalam gua Hira. Ia merenungi kondisi sosial masyarakat Quraisy yang sudah berada di puncak kehancuran. Anak perempuan dianggap aib, berhala diangkat menjadi tuhan, dan minuman memabukkan sudah konsumsi harian mereka.
Muhammad tak bisa berbuat apa-apa. Hingga turunlah kepada Al-Qur’an. Sebuah petunjuk hidup yang membawa pada kebenaran hakiki. Bukan kebenaran hasil klaim manusia, tapi merupakan Al-Haqqul yakin yang Allah turunkan kepada hamba-Nya.
Tidak ada keraguan mengenai kebenaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Manusia modern dengan perkembangan sains yang sangat pesat terbukti tak mampu membantah kebenaran Al-Qur’an. Penemuan-penemuan sains bahkan sesuai dengan informasi yang disampaikan kitab suci tersebut. Itu menjadi bukti bahwa wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad tak bisa diragukan kebenarannya.
إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ
“Sesungguhnya ini adalah haqquln yakin (yang sebenar-benarnya yakin).” (QS. Al-Wa’qiah: 95).
Al-Qur’an sebagai Haqqul yakin artinya kebenaran yang ada di dalamnya betul-betul sangat meyakinkan. Dalam ayat itu sebenarnya Allah menggunakan dua kata berbeda untuk menggambarkan kebenaran firman-Nya, yakni Al-Haqqu dan Al-Yakin.
Al-Qur’an sebagai al-Haq berarti benar, tegak, tidak pernah berubah dan kokoh. Kata Al-Yakin datang setelah Al-Haq sebagai penegasan. Kebenaran kitab suci itu sangat meyakinkan, kekokohannya sangat meyakinkan, tidak pernah berubah dan tidak pernah bergeser itu benar adan dan sangat meyakinkan.
Tiga Kelompok Manusia setelah Mati
Buya Hamka menerjemahkan ayat itu dengan “Sesungguhnya itu adalah suatu kebenaran yang yakin.” Dia menjelaskan dalam tafsirnya, orang yang berbuat baik akan mendapatkan balasan yang baik pula, orang yang mendustakan dan orang yang tersesat karena mengambil tindakan sendiri lalu dia mendapat azab siksaan yang setimpal, semuanya itu adalah hal yang wajar dan benar, dan demikianlah adanya sifat Allah. Berbeda dengan di dunia ini yang keadilan hanya sebagai suatu cita-cita, namun sukar didapat dalam kenyataan, karena kadang-kadang ada pertimbangan politik dan pertimbangan lain. Itu pula sebabnya maka keimanan dan keyakinan akan datangnya hari kiamat, hari pembalasan dan keadilan adalah pokok utama dari ajaran agama ini, di samping kepercayaan dengan adanya Allah, keimanan dan keyakinan inilah yang menyebabkan bahwa orang-orang beriman, orang yang beragama merasa tentram di dalam kehidupan di dunia.
Buya Hamka menerangkan ayat 95 tersebut dengan informasi yang ada pada ayat sebelumnya, yakni ayat 88-94. Informasi dari ayat tersbut yang dinyatakan benar dalam ayat 95. Allah SWT berfirman;
“Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta jannah kenikmatan. Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan adapun jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam jahanam.” (QS. Al-Wa’qiah: 88-94)
Ada tiga golongan manusia di dunia dan di akhirat kelak. Golorangan pertama yakni Al-Muqarrabun (orang yang dekat dengan Allah SWT). Ashabul yamin (golongan kanan) yakni orang yang berbuat baik dan mendapat balasan kebaikan di akhirat kelak. Golongan terakhir adalah Al-Mukazzibun Adh-Dhaallun (golongan orang yang mendustakan lagi sesat). Golongan ketiga itulah yang diancam dengan azab yang pedih di neraka jahanam.
Informasi dalam ayat tersebut tidak bisa dibantah. Hal itu pasti terjadi pada hari kiamat kelak. Orang berbuat baik akan mendapat balasan kebaikan. Sebaliknya para pendusta akan diberi hidangan mendidik di neraka jahanam.
Namun yang menjadi tekanan dalam ayat itu adalah kebenaran informasi Al-Qur’an itu adalah sungguh sangat-sangat meyakinkan. Tidak ada keraguan di dalamnya.