cropped-Desain_tanpa_judul__21_-removebg-preview-1.png

Karakteristik Da’i Penerus Risalah Rasulullah SAW

AQL Peduli, Khazanah – Islam tidak akan jaya jika hanya mengandalkan orang yang memikirkan dirinya sendiri. Karakter tersebut merupakan penyakit kronis di dalam tubuh umat Islam. Indonesia memiliki penduduk umat Islam terbesar di dunia, namun apakah Islam sudah ada di dalam diri mereka? ini menjadi pertanyaan serius sekaligus tantangan berat bagi para penerus risalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Orang yang sudah memiliki islam di dalam jiwanya pasti memiliki semangat untuk berbagi Islam ke masyarakat luas. Sebab, banyak orang hanya menjadikan Islam sebagai identitas dalam bernegara, tapi tidak merealisasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Pada level lain, banyak orang tua yang mendidik anak mereka untuk menjadi pengikut teknologi dan berbagai bidang keduniaan lainnya. Pada akhirnya amalan mereka tidak sampai ke akhirat, hanya di dunia. Solusi terbaik dalam hal ini adalah mendidik anak-anak untuk menjadi penerus risalah. Pada akhirnya profesi mereka jadikan sebagai jembatan untuk menyampaikan risalah Rasulullah kepada masyarakat luas.

Keberhasilan ayah jika anak memiliki jiwa penerus risalah dalam dirinya. Hidup mereka tidak mau lepas dari wahyu. Hidup tanpa wahyu seakan terputus dari langit. Itu sebenarnya bencana terbesar dalam kehidupan seseorang. Motivasi ini yang dijadikan obsesi para ulama. Mereka mencontoh kehidupan para nabi yang tidak mengukur usia dengan berapa lama hidup di dunia. Usia mereka ukur berdasarkan usia dakwah. Dalam dakwah tidak ada istilah tua.

Allah Subhanahu wa ta’ala mencabut nyawa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam setelah selesai menyampaikan risalah. Seakan-akan Allah mengisyaratkan bahwa hidup tidak berguna jika sudah terputus menjadi penyampai risalah. Ini harus menjadi standar hidup. Maka umat Muhammad harus menjadi penerus estafet risalah yang dibawa oleh para nabi, terkhusus Rasulullah.

Nikmat Nabi Muhammad Sebagai Penyampai Risalah

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu),” (QS. Adh-Dhuha: 6)

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah yatim. Ayah beliau wafat saat masih dalam kandungan. Belum baligh ibu beliau meninggal dunia. Meski yatim tapi beliau tidak pernah merasa galau dengan status tersebut. Ini karena mayoritas anak yatim memiliki perasaan tak terlindungi, sendirian, kesepian, tidak ada tempat bersandar, atau tidak ada tempat bergantung.

“dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk,” (QS. Adh-Dhuha: 7)

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bingung dengan kehidupan orang-orang Quraisy yang jungkir balik. Orang Quraisy membunuh anak-anak perempuan dengan alasan kehormatan dan puncak kehancuran mereka adalah menyembah sesame mahluk. Ada sekitar 300 berhala di sekitar saat itu. Permasalahan ini menjadi masalah umum di tengah umat Islam. Terlalu banyak tuhan. Ada tuhan uang, tuhan kekuasaan, tuhan jabatan, tuhan perempuan, tuhan anak, tuhan istri, hingga tuhan pemikiran.

Pada saat Rasulullah dalam keadaan bingung lantaran tak tahu cara mengeluarkan manusia yang sudah berada di puncak kehancuran. Belum lagi penguasa dunia saat itu, Persia dan Romawi, dengan semua kekacauan ideology yang sudah merambah ke seluruh dunia. Tiba-tiba Allah memberi petunjuk kepada Rasulullah untuk menyendiri di Gua Hira. Di tempat itulah beliau mendapatka wahyu dan resmi menjadi penyampai risalah.

Rasulullah memang pernah bingung, tapi tidak pernah sesat. Kebingungan beliau karena belum mendapatkan petunjuk tentang cara mengeluarkan manusia dari puncak kehancuran. Kebingungan tidak berlangsung lama sampai beliau mendapat petunjuk. Tak lama setelah mendapat petunjuk itu, beliau mampu mengubah sejarah dunia.

“dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (Adh-Dhuha: 8)

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memang seorang yatim dan miskin, tapi tidak sampai pada derajat dihinakan, apalagi mengemis. Beliau tidak pernah bergantung pada mahluk. Sebelum menjadi nabi, beliau dikenal sebagai Al-Amin, orang terpecaya. Dia bahkan menikahi Ibunda Khadijah yang dikenal sebagai saudagar kaya raya pada masa itu.

Rasulullah memang didapati miskin, tapi Allah langsung menganugerahi kekayaan. Dia tidak pernah merasa menderita. Saat kecil beliau sudah mendapatkan perceikan kewibawaan dari kakeknya, Abdul Muthalib. Pada umar 12 tahun beliau sudah diajak berbisnis dalam skala internasional.

Dari ayat di atas bisa menjadi motivasi para penerus risalah. Nikmat Allah yang diberikan kepada Rasulullah juga akan diberikan kepada orang yang memutuskan menjadi penerus risalah. Penerus risalah tidak akan terlunta-lunta, tidak akan bingung, dan tidak akan miskin. Langit dan bumi beserta isinya akan ditunjukkan kepada para penerus risalah.

Apa Kaitannya dengan Para Penerus Risalah Rasulullah?

“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau menghardik(nya). Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha: 9-11)

Tiga ayat ini merupakan kebutuhan dakwah hari ini. Para penerus risalah diminta untuk lebih peka terhadap anak yatim. Anak yatim tidak boleh ditelantarkan. Ini merupakan tarbiah ilahiyah, tarbiah nabawiyah, tarbiyah islamiyah, pendidikan rasa, dan pendidikan kepekaan agar memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi.

Kemudian As-Saa’il dalam ayat ini adalah para peminta-minta di pinggir jalan. As-Saa’il sudah menjadi profesi. Umumnya mereka sangat mudah ditemukan di kota-kota besar. Meski mereka mengjengkelkan, tapi Allah melarang hamba-Nya untuk menghardik mereka. Larangan menghardik itu lantaran tak seorang pun bisa mengetahui secara pasti latar belakang kehidupan mereka. Boleh jadi mereka benar-benar membutuhkan.

Tekanan pada ayat ini bukan pada memberi dan tidak memberi, tapi larangan menghardik. Itu merupakan nilai pendidikan sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Allah mendidik jiwa hamba-Nya dengan didikan ahlak Quran.

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha: 11)

Nikmat yang dimaksud dalam ayat ini sudah disebutkan pada ayat-ayat sebelumnya. Ada tiga nikmat. Pertama, nikmat ajaran-ajaran islam, maka itu harus disebarkan ke masyrakat luas. Kedua, nikmat hidaya yang sudah didapatkan, maka sebarkan. Ketiga, nikmat Alquran, maka sebarkan. Ini tiga ahlak sekaligus inti perjuangan para nabi dan rasul yang harus diikuti penerus risalah Rasulullah.

Tidak ada kehinaan menjadi penerus risalah. Allah menjanjikan nikmat di dunia maupun di akhirat. Maka tidak perlu ragu untuk menjadi penerus risalah.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scan the code