AQL Peduli, Khazanah – Kesuksesan tidak datang begitu saja. Kesuksesan tidak dibangun dari khayalan, tapi dari kerja nyata seseorang. Kemalasan hanya mendatangkan kemudharatan. Itu hukum alam yang tak bisa dibantah. Sebuah algoritma kehidupan yang sudah ada sejak alam semesta diciptakan, hingga manusia dikumpulkan di akhirat kelak. Sebab, roda kehidupan berputar berdasarkan sistem yang telah tercatat di lauhin Mahfudz.
Hukum kesuksesan ini sudah dijabarkan di dalam Al-Qur’an, yakni pada surah Al-Insyirah ayat 5-8. Manusia tinggal mengikuti arahan dari ayat tersebut. Allah subahanu wa ta’ala berfirman;
“Maka Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Dan sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah: 5-8)
Ayat tersebut bercerita mengenai nikmat dan janji Allah Subhanu wa ta’ala kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dan tentu kepada umat beliau. Setelah menyatakan hal itu, Allah memerintahkan kepada beliau untuk mensyukuri nikmat itu dengan tekun beramal saleh samba bertawakal kepada-Nya. Bila selesai mengerjakan suatu amal perbuatan, maka diperintahkan untuk mengerjakan pekerjaan lain. Sebab dalam keadaan terus beramal, seseorang akan menemukan ketengan jiwa dan kelapangan hati.
Ayat ini menganjurkan manusia untuk tetap rajin dan terus-menerus tekun beramal. Selain itu, ayat itu juga menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang di dunia maupun di akhirat. Manusia jika ingin sukses maka harus memiliki banyak amalan atau pekerjaan. Allah pasti membalas pekerjaan tersebut. Tidak perlu berfikir pekerjaan tanpa nilai materi tak berbalas di sisi-Nya. Orang yang berfikir seperti itu meragukan kemaha kuasaan-Nya dan menganggap Dia tidak buta dan tuli. Bahkan bisa saja orang seperti itu sudah memiliki akidah yang redup dan hati sedang sakit bahkan sudah mati. Allah tidak mungkin berlaku zalim terhadap orang yang berusaha.
Konsep itu menjadi kunci sukses di dunia maupun di akhirat. prinsip utama sukses itu adalah tidak terlalu menuntut hasil, karena hasil merupakan wilayah Allah. Meski hasil harus ditarget dengan baik, tapi hal paling penting adalah menikmat proses.
Konsep kedua yang diajarkan dalam ayat ini adalah tidak bermalas-malasan. Setelah selesai satu pekerjaan, maka bangkit dan kerjakan pekerjaan lain. Orang yang terbiasa bermalas-malasan saat sudah menyelesaikan satu pekerjaan, pasti akan mendapat kesulitan. Karena hal itu menyalahi algoritma yang telah ditentukan oleh Allah di lauhin mahfudz.
Siklus kesulitan dan kemudahan itu selalu berputar. Maka tidak boleh berhenti saat berhasil menyelesaikan satu kesulitan. Terus bergerak, agar kesulitan itu tidak semakin menumpuk. Hari ini sembuh, bukan berarti besok tidak akan sakit lagi. Bila kesulitan itu dihadapi dengan tekad yang sungguh-sungguh dan berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk melepaskan diri darinya, tekun dan sabar serta tidak mengeluh atas kelambatan datangnya kemudahan, pasti kemudahan itu akan tiba.
Sesungguhnya di dalam setiap kesempitan, terdapat kelapangan, dan di dalam setiap kekurangan sarana untuk mencapai suatu keinginan, terdapat pula jalan keluar. Namun demikian, dalam usaha untuk meraih sesuatu itu harus tetap berpegang pada kesabaran dan tawakal kepada Allah. Ini adalah sifat Nabi saw, baik sebelum beliau diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya, ketika beliau terdesak menghadapi tantangan kaumnya.
Ayat ini harus menjadi motivasi kuat untuk terus menjalani hidup, memperbanyak amal sebelum ajal menjemput. Pada akhirnya, pekerjaan yang tak berbalas di dunia, pasti menapat balasan di akhirat kelak.