Menjadi penerus risalah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam merupakan profesi yang sangat mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang-orang yang memilih jalan itu tidak perlu merasa khawatir akan ditinggalkan oleh Sang Maha Kuasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan pernah meninggalkan mereka, apalagi membenci para penerus risalah-Nya. Ini merupakan hikmah dari surah Adh-Dhuha ayat 1-4.
وَالضُّحٰىۙ وَالَّيۡلِ اِذَا سَجٰىۙ مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلٰىؕ وَلَـلۡاٰخِرَةُ خَيۡرٌ لَّكَ مِنَ الۡاُوۡلٰىؕ
“Demi waktu dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi,tuhanmu tidak akan meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak pua membencimu, dan sungguh yang kemudian itu lebih bagimu dari yang permulaan.” (QS. Adh-Dhuha: 1-4)
Pada saat masih di Mekah, wahyu pernah terjeda. Sesuai namanya, surah ini turun pada waktu dhuha sebagai jawaban atas pertanyaan dan hinaan yang dilontarkan oleh kaum kafir Mekah yang menganggap bahwa Rasulullah sudah tidak dipedulikan lagi oleh Allah. Ini karena Nabi Muhammad sudah lama tidak menerima wahyu. Hingga akhirnya surah ini turun sebagai penegasan bahwa hoaks yang disebarkan oleh orang kafir tidak benar. Allah juga menenangkan Nabi Muhammad bahwa Dia tidak akan pernah membenci apalagi meninggalkannya.
Surat ini juga menjelaskan nikmat yang Allah berikan kepada pengemban amanah risalah. Kenikmatan tidak hanya didapatkan di dunia saja, tapi di akhirat kelak. Ayat ini tidak hanya berlaku kepada Rasulullah saja, tapi juga kepada orang yang memilih profesi sebagai penerus risalah.
Hikmah yang terkandung dalam ayat ini sangat dalam. Allah tidak akan pernah meninggalkan orang yang melanjutkan risalah-Nya. Selama orang itu berada di belakang panji Muhammad dan konsisten berada di atas jalannya, maka ia pun akan mendapatkan nikmat sebagaimana gambaran surah di atas.
Karir Penerus Risalah
Sebenarnya apa karir Nabi Muhammad yang bisa diteladani sampai hari ini? Sudah tentu kita tidak bisa menjadi nabi dan rasul, maka jawaban yang paling tepat adalah menjadi penerus risalah Rasulullah SAW. Jika umur telah menuah, tenaga telah melemah,bukan alasan untuk tidak menjadi penerus risalah Rasulullah. Kuncinya hanya kemauan, kesabaran, dan istiqomah di atas jalan itu.
Seorang ayah harus mengingatkan anak-anaknya sejak dini agar menjadikan ‘penerus risalah’ sebagai cita-cita paling mulia. Seorang anak tidak masalah jika memperjuangkan satu profesi duniawi, tapi profesi itu dijadikan jembatan untuk menyampaikan risalah Rasulullah. Orang yang berpendidikan tinggi tentu lebih didengarkan di tengah masyarakat daripada orang yang tak berpendidikan. Penguasa bisa membuat aturan, dan diikuti oleh semua masyarakat.
Setidaknya ada tiga hal yang bisa dicontoh dari Rasulullah SAW. Ketiga hal itu yakni Kamalu Nafsi (Kesempurnaan jiwa), Nasyruddin (menyebarkan agama), dan Nasyrul Mukmin (menolong kaum muslimin). Menurut Muhammad Al-Thahrir ibn Asyur dalam kitab Tafsir al-Tahrir wa al Tanwir mengatakan, tiga perkara itu merupakan warisan bisa dicontoh dalam kehidupan sehari-hari jika ingin menjadi peneru risalah Rasulullah.
Para penerus risalah harus konsisten menempa dan membina diri untuk mencapai kesempurnaan jiwa serta kesempurnaan ahlak. Dengan demikian, kita bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan hati yang sudah bersih dari berbagai macam penyakit jiwa. Kita berjumpa dengan Allah dengan qalbun salim, hati yang selamat dari kesyirikan, selamat dari kemunafikan, dari riya’, hingga selamat dari fasik. Penerus risalah harus menjadi pribadi yang setiap hari membersihkan diri dari berbagai macam penyakit hati. Hal itu dibuktikan dengan amal saleh dalam rangka menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan.
Hidup penerus risalah Rasulullah SAW adalah menyebarkan agama Allah. di sisi lain, tidak ada yang diperjuangkan oleh penerus risalah kecuali untuk memenangkan Islam dan memenangkan umat Islam.
Tujuan Hidup Penerus Risalah Ketika turun surah An-Nashr, semua sahabat bergembira karena Allah memberikan kemenangan besar kepada umat Islam. Kemenangan yang paling mencolok adalah penaklukkan Kota Mekah dan manusia berbondong-bondong masuk Islam. Di tengah eforia itu, ternyata ada dua sahabat yang justeru bersedih. Keduanya adalah Abi Bakar Ash-Shiddiq dan Ibnu Abbas.
Abu Bakar maupun Ibnu Abbas menyadari betul bahwa surah itu merupakan tanda akhir dari tugas Rasulullah menyampaikan risalah. Itu artinya manusia paling mulia itu sebentar lagi akan berjumpa dengan Allah.
Poin penting dari penggalan kisah itu adalah Rasulullah meninggal dunia setelah tugas menyampaikan risalah sudah selesai. Ini yang harus ditanamkan para penerus risalah. Waktu hidup di dunia seharusnya diisi dengan menyebarkan risalah. Tidak ada gunanya hidup tanpa memahami risalah, yaitu Alquran. Hidup tidak akan berguna jika tidak menyampaikan risalah. Hidup, badan, waktu, harta, karir, potensi, hingga keluarga harus digunakan untuk menyampaikan risalah.
Menjadi penerus risalah atau pun tidak, itu adalah pilihan hidup. Semua orang bebas menjalani hidup sesuai keinginan mereka. Namun ingat, semua mahluk pasti akan berhadapan dengan Allah di akhirat kelak. Allah akan meminta pertanggung jawaban selama hidup di dunia. Dengan demikia, hidup paling bergensi adalah menjadi penerus risalah Rasulullah, karena akan datang di hadapan Allah dengan status mulia itu.