Salah satu tugas utama penerus risalah adalah mengajak dan mempengaruhi orang lain agar kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Guna menyukseskan hal itu, penerus risalah tentu membutuhkan keterampilan khsusus sebagai pendukung yakni keterampilan berbicara dan keterampilan menulis. Keterampilan tersebut membantu pendakwah menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an dengan cepat dan mudah dipahami.
Keterampian berbicara dan keterampilan menulis merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki oleh para penerus risalah. Baik penerus risalah secara individu maupun lembaga dakwah. Bagi lembaga dakwah, dua keterampilan itu tak terlalu sulit untuk diterapkan, karena proses penyebaran dakwah dikerjakan dalam sebuah tim. Tentu, ada insan yang kuat dalam keterampilan berbicara, dan anggota tim lain melengkapi dengan keterampilan menulis.
Dua keterampilan tersebut mengambil hikmah dari surah An-Nahl ayat 78. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;
وَاللّٰهُ اَخۡرَجَكُمۡ مِّنۡۢ بُطُوۡنِ اُمَّهٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ شَيۡـــًٔا ۙ وَّ جَعَلَ لَـكُمُ السَّمۡعَ وَالۡاَبۡصٰرَ وَالۡاَفۡـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)
Makna ayat tersebut relevan dengan perkembangan dunia saat ini. Saat berada di dalam janin ibu, calon bayi sudah diberi modal pendengaran. Itu sesuai dengan hasil penelitian sains. Pendengaran merupakan indera yang pertama kali aktif dalam diri manusia. Ini mendandakan dua keterampilan di atas memiliki pondasi kuat, yakni keterampilan menyimak. Namun hari ini keterampian menyimak banyak diabaikan, sehingga menjadi langka.
Setelah keterampilan mendengar, kemampuan melihat atau membaca juga tidak bisa diabaikan. Keterampian itu datang setelah kemampuan mendengarkan. Nah, mendengarkan dan membaca adalah dua komposisi lengkap untuk menguatkan pondasi keterampilan berbicara dan keterampilan menulis.
Jika seseorang sudah memiliki keterampilan mendengarkan dan membaca, maka dia akan memiliki keterampilan resentif. Konsekuensi logis dari keterampilan itu memungkinkan seseorang untuk memproduksi. Produksi pertama dari keterampilan itu adalah berbicara.Umumnya pembicaraan orang lebih nonformal dibandingkan menulis.
Produksi kedua adalah keterampilan menulis. Namun proses menulis menjadi begitu kompleks karena seseorang harus menyertakan linguistik. Seseorang yang akan menulis, dia harus membayangkan target membaca lalu merangkai kalimat sesuai dengan target tersebut.
Penerus Risalah Wajib Menulis
Keterampilan menulis wajib dimiliki oleh insan penerus risalah. Sebab, era modern ini tak semua daerah bisa mengakses video maupun audio melalui perantara internet. Sementara dakwah tak hanya ditujukan kepada masyarakat metropolitan saja. Kadang, masyarakat pedalaman jauh lebih membutuhkan pendakwah dibandingkan orang-orang yang hidup di tengah gemerlap perkotaan.
Lalu bagaimana bisa menyampaikan pesan dakwah jika daerah pedalaman tak memiliki internet? Salah satu langkah paling efektif adalah menulis. Misalnya, lembaga dakwah AQL Islamic Center. Intelektualitas Ustaz Bachtiar Nasir sebagai pendiri dan guru di lembaga itu tak bisa diragukan lagi. Setiap hari menyampaikan ceramah melalui streaming online. Hampir setiap saat digunakan untuk mengkaji ilmu lalu disampaikan dalam bentuk audio dan video.
Lalu kembali ke pertanyaan di atas, bagaimana dengan masyarakat yang tinggal di pedalaman. Mau tidak mau, AQL harus memiliki tim penulis untuk mengimbangi insan penerus risalah yang memiliki kelebihan dalam ketarampilan berbicara.
Terlebih lagi dalam penulisan ilmiah, kebanyakan sumber dikutip dalam bentuk catatan, bukan dalam bentuk video maupun audio. Artinya, ceramah dalam bentuk catatan sangat dibutuhkan. Itu tentu membutuhkan keterampilan menulis dari insan AQL. Ini adalah tantangan real yang sudah ada di depan mata. UBN tiap hari menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an melalui media video dan audio. Namun, masih kurang dalam bentuk catatan.
Sebenarnya, setiap orang bisa menjadi penulis. Tidak ada alasan ‘tidak bisa’. Kuncinya adalah kemauan untuk memulai lalu memperbanyak latihan.