
Mukaddimah
Orang-orang Musyrik yang kuat pegangannya terhadap kitab (ahli kitab), mereka tidak akan meninggalkan apa yang telah diyakininya sampai datang bukti-bukti yang nyata dan mereka diperintahkan untuk menjalankan ibadah (shalat) dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena agama. Orang-orang yang masih bertahan dalam kekafirannya, itulah sejahat-jahatnya makhluk dan mereka akan di tempatkan di dalam neraka Jahanam. Sedangkan orang yang memilih untuk menjadi beriman, itulah sebaik-baiknya makhluk dan mereka akan mendapat balasan di sisi Tuhan dengan balasan yang baik yaitu di tempatkan di surga adn dan Allah ridha terhadap mereka.
Asbabun Nuzul
Ketika turun Lam Yakun (Surat Al Bayyinah), Jibril alaihis salam berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu memerintahkanmu membacakan surat ini kepada Ubay bin Ka’ab.”
Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Wahai Ubay bin Ka’ab, sesungguhnya Tuhanku Azza wa Jalla memerintahkanku membacakan surat ini kepadamu.”
Ubay menangis sembari berkata, “Apakah namaku disebut?” Rasulullah menjawab, “Ya.” (HR Ahmad).
Tema Surah
Jadilah orang-orang yang jika mengerjakan sesuatu dilandasi dengan niat yang ikhlas akan sesuatu itu.
Ayat & Terjemah

Orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata, (1) (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci (Al-Qur’an), (2) di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar). (3) Dan tidaklah terpecah-belah orang-orang Ahli Kitab melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata. (4) Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksnakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (5) Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itulah adalah sejahat-jahat makhluk. (6) Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (7) Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sunga-sungai; mereka kekal d dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (8)
Tafsir Ringkas (Al-Azhar)
Ayat 1
“Tidaklah orang-orang yang kafir dari Ahlul Kitab dan musyrikin itu.” (pangkal ayat 1)
Kafir di sini ialah orang-orang yang menolak, tidak mau percaya, tidak mau menerima kebenaran yang dibawa oleh Rasul ﷺ. Mereka itu terdiri dari kaum Ahlul Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, dan kaum musyrikin yang menyembah berhala. Artinya tidaklah “Akan meninggalkan (pendirian mereka), sampai datang bukti kepada mereka.” (ujung ayat 1)
Kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), demikian juga musyrikin, baik yang berada di Mekah atau di luar Mekah, akan tetaplah memegang teguh pendirian mereka, kepercayaan yang mereka terima dari nenek moyang secara turun-temurun, sampai satu waktu datang kepada mereka keterangan yang penuh dengan bukti-bukti kebenaran.
Ayat 2
“(Yaitu) Rasul dari Allah.” (pangkal ayat 2)
Yakni Nabi Muhammad ﷺ yang telah diutus Allah menyampaikan seruan kebenaran.
“Yang membacakan lembaran-lembaran yang suci.”
(ujung ayat 2)
Lembaran-lembaran yang suci itu ialah tulisan-tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah mulai ada pada waktu itu. Meskipun Nabi tidak pandai menulis dan membaca, namun ayat-ayat Allah itu telah beliau hafal sejak ia diturunkan, sehingga mudah bagi beliau membacakan di hadapan para sahabat.
Ayat 3
“Di dalamnya ada kitab-kitab yang lurus.” (ayat 3)
Arti kitab-kitab di sini ialah peraturan atau perintah. Di dalam Al-Qur’an memang bertemu berbagai perintah yang disebut dengan kalimat “kutiba ‘alaikum”, diperintahkan atas kalian. Di dalam lembaran suci itu termaktublah peraturan-peraturan seputar perintah dan larangan yang dipikulkan ke atas pundak manusia, untuk keselamatan mereka dunia dan akhirat. Peraturan itu lurus, tegas dan kukuh.
Kitab-kitab yang lurus, al-KutubuI Qayyimah itu ialah Al-Qur’an.
Makna urutan ketiga ayat ini ialah, bahwa Ahlul Kitab, Yahudi dan Nasrani, ditambah kaum musyrikin, memegang teguh pendirian mereka, tidak mau meninggalkan pendirian itu, tidak mau berkisar. Tetapi setelah datang keterangan dan bukti-bukti yang dibawa oleh Nabi ﷺ mulailah kepercayaan yang mereka pegang teguh itu berguncang.
Segala kepercayaan yang selama ini dipegang sebagai pusaka, laksana “barang larangan” yang tidak boleh dibongkar dan diotak-atik, semua sekarang telah mendapat tantangan besar. Wahyu yang dibawa oleh Muhammad mengetuk hati sanubari dan mengajak akal supaya berpikir. Itu semuanya membawa keguncangan. Di antara mereka tentu saja banyak yang ragu dengan apa yang mereka pegang teguh selama ini.
Ayat 4
“Dan tidaklah berpecah-belah orang-orang yang diberi Kitab itu, melainkan sesudah datang kepada mereka pembuktian itu.” (ayat 4)
Seyogianya bila keterangan dan pembuktian telah datang, tunduklah mereka kepada kebenaran. Tetapi setelah pembuktian dan penerangan itu datang, bukanlah mereka segera tunduk, melainkan mereka menjadi berpecah-belah, bermusuh-musuhan, yang satu menyalahkan yang lain. Dan tidak satu jua pun yang sudi menerima kebenaran. Terutama terhadap seruan Nabi Muhammad ﷺ. Di dalam kitab-kitab suci yang telah terdahulu telah ada isyarat akan kedatangannya. Musa telah menjanjikan, Isa pun telah menyebutkan, dan mereka sendiri pun percaya akan ada lagi Nabi akhir zaman yang akan menggenapkan seruan Rasul yang telah terdahulu.
Tetapi setelah Rasul itu datang dengan nyata dan tak dapat dibantah lagi kebenarannya, mereka pun berpecah.
Pada ayat yang pertama disebut Ahlul Kitab dan musyrikin. Pada ayat 4 ini ditonjolkan Ahlul Kitab saja. Dapatlah kita mengambil perbandingan, sedangkan Ahlul Kitab yang telah pernah kedatangan Rasul saja membantah dan berpecah-belah menerima bukti-bukti Rasul; apatah lagi kaum musyrikin.
Apakah sebab timbul perpecahan itu? Ditilik dari ilmu kemasyarakatan dapat diambil kesimpulan bahwa mereka berpecah karena soal ini telah dipersangkutkan dengan kepentingan pribadi dan kedudukan. “Bayyinah” atau pembuktian yang dibawakan Nabi Muhammad ﷺ di dalam Al-Qur’an itu tidaklah berbeda-dengan isi kitab mereka, dan mereka pun telah diberitahu dalam kitab-kitab itu bahwa Nabi itu akan datang. Tetapi setelah beliau betul-betul datang, mereka tidak mau lagi, mereka berpecah. Ada yang menerima dalam hati, tetapi takut kepada masyarakatnya sendiri akan dibenci oleh mereka. Dan ada juga yang didorong menolaknya oleh rasa benci dan dengki.
Ayat 5
“Padahal tidaklah mereka itu diperintah, melainkan supaya mereka menyembah kepada Allah.” (pangkal ayat 5)
Kepada Allah saja, tidak dipersekutukan yang lain dengan Allah. “Dengan mengikhlaskan agama karena-Nya.” Segala amal dan ibadah, pendeknya segala apa jua pun perbuatan yang bersangkutan dengan agama, yang dikerjakan dengan kesadaran, hendaklah ikhlas karena Allah belaka, bersih daripada pengaruh yang lain. “Dengan menjauhkan diri dari kesesatan.” Itulah yang dinamai agama Hanif jamaknya Hunafa’u. Yaitu condong kepada kebenaran, laksana jarum kompas, ke mana pun ia diputarkan, namun jarumnya selalu condong ke utara. Demikianlah hendaknya hidup manusia, condong kepada yang benar, tidak dapat dipalingkan kepada yang salah. “Dan supaya mendirikan shalat,” yaitu dengan gerak-gerik tubuh tertentu, dengan berdiri dan ruku’ dan sujud mengingat Allah, membuktikan ketundukan kepada Allah. “Dan mengeluarkan zakat,” yaitu mengeluarkan sebagian dan harta buat membantu hidup fakir miskin, atau untuk menegakkan jalan Allah di dalam masyarakat yang luas; sehingga dengan shalat terbuktilah hubungan yang kukuh dengan Allah, dan dengan zakat terbuktilah hubungan yang kukuh dengan sesama manusia.
“Dan yang demikian itulah agama yang lurus (ujung ayat 5)
Syekh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juz ‘Amma memberi peringatan, bahwa meskipun ayat ini turun mengisahkan sikap Ahlul Kitab, namun penyakit semacam ini telah banyak ditemui dalam kehidupan kaum Muslimin. Meskipun firman Ilahi dan sabda Rasulullah saw, telah terang benderang dan jelas isinya, masih pula terdapat perpecahan di kalangan kaum Muslimin, ta’asshub mempertahankan golongan masing-masing, sehingga di antara sesama Muslimin pun terjadi perpecahan. Beliau berkata,
“Bagaimana pendapatmu tentang keadaan kita (kaum Muslimin)? Bukankah hal ini telah diingatkan oleh kitab suci kita sendiri, yang telah membuktikan buruknya amal-amal kita, sehingga kita pecah-berpecah dalam hal agama, sampai bergolong-golongan, sampai amalan kita penuh dengan perbuatan baru yang diada-adakan dan perbuatan bid’ah?”
Ayat 6
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir.” (pangkal ayat 6)
Yaitu orang-orang yang sengaja menolak, membohongkan, dan memalsukan ajaran- ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ, padahal kalau mereka pakai akal yang sehat, tidak ada satu jua pun yang dapat dibantah sehingga mereka menolak itu hanya karena alasan hawa nafsu belaka. “Dari Ahlul Kitab dan musyrikin itu.” Yaitu orang Yahudi dan Nasrani dan musyrikin penyembah berhala “Adalah di neraka Jahannam, yang akan kekal mereka padanya.” Di sanalah mereka akan mendapat adzab dan siksanya tanpa kesudahan.
“Mereka itulah yang sejahat-jahat makhluk.” (ujung ayat 6)
Mengapa dikatakan sejahat-jahat makhluk? Seperti ditafsirkan oleh Syekh Muhammad Abduh, “Karena mereka memungkiri kebenaran, sesudah mereka mengetahuinya dan telah cukup dalil dan tanda atas kebenarannya. Dimungkirinya kebenaran yang telah diakui oleh jiwa mereka sendiri, sehingga rusaklah ruhnya dan sengaja merusak pula kepada yang lain.”
Ayat 7
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman.” (pangkal ayat 7)
Yaitu beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya, menerima dan menyetujui petunjuk Allah. “Dan mengerjakan amalan yang saleh.” Membuktikan iman dalam hati itu didengari perbuatan dan sikap hidup. Terutama mengorbankan harta benda untuk berbuat kebajikan kepada sesama manusia, sebagai yang telah dijiwai oleh zakat tadi, dan berkorban pula dengan jiwa-raga dan tenaga untuk memperjuangkan tegaknya kebenaran Sabilillah di muka bumi ini, yang dijiwai oleh semangat menegakkan shalat, serta tulus ikhlas dalam segala hubungan, baik hubungan ke langit kepada Allah, atau ke bumi kepada sesama manusia. Dan semua amalan yang saleh itu mereka kerjakan dengan kesadaran dan penuh cinta.
“Mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (ujung ayat 7)
Karena dengan mengikuti kebenaran, menegakkan kepercayaan, membuktikan dengan perbuatan, mereka itu telah mengisi kemanusiaan sebaik-baiknya. Mereka telah memenuhi arti hidup. Dan Allah pun memuliakan mereka. Mereka pelihara puncak-puncak budi dan keutamaan yang jadi tujuan sejati keberadaan insan. Dan itulah bahagia yang sejati. Sebab dia telah dapat menyesuaikan apa yang terasa dalam hati sanubari dengan tingkah laku dalam hidup.
Ayat 8
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga-surga tempat menetap.” (pangkal ayat 8)
Itulah pemberhentian dan penetapan terakhir, tempat istirahat menerima hasil dan ganjaran dari kepayahan berjuang selama hidup di dunia. “Yang mengalir padanya sungai-sungai;” sebagai lambang kiasan dari kesuburan dan kesejukan, tepung tawar untuk ketenteraman (muthmainnah), kesuburan yang tiada pernah kering. “Kekal mereka padanya selama-lamanya;” nikmat yang tiada pernah kering, rahmat yang tiada pernah terhenti, tidak akan keluar lagi dari dalam nikmat itu dan tidak lagi akan merasakan mati. Sebab mati itu hanya sekali yang dahulu (di dunia) saja. Dan yang menjadi puncak dan puncak dari nikmat itu ialah, `Allah ridha kepada mereka;” Allah senang, Allah menerima mereka dengan tangan terbuka dan penuh rahmat, sebab tatkala di dunia mereka taat dan setia. `Dan mereka pun ridha kepada-Nya;” ridha yang seimbang, balas-membalas, kontak-mengontak, bukan laksana bertepuk sebelah tangan. Karena iman dan keyakinan jualah yang mendorong mereka memikul perintah Allah ketika mereka hidup dahulu, tidak ada yang dirasa berat dan tidak pernah merasa bosan.
“Yang demikian itulah untuk orang yang takut kepada Tuhannya.” (ujung ayat 8).
Munasabah Ayat
Mujahid mengatakan bahwa mereka tidak mau berhenti alias tidak mau meninggalkan agama mereka sebelum jelas bagi mereka perkara yang hak. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dalam firman-Nya: sebelum datang kepadamereka bukti yang nyata. (Al-Bayyinah: 1) Yaitu Al-Qur’an ini. Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya: Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka,) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. (Al-Bayyinah: 1) Kemudian bukti yang nyata ini ditafsirkan oleh firman selanjutnya: (yaitu) seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan. (Al-Bayyinah: 2) Yakni Nabi Muhammad dan kitab yang dibacanya, yaitu Al-Qur’an yang mulia, yang telah tercatat di kalangan Mala’ul A’la di dalam lembaran-lembaran yang disucikan.
Seperti yang dikatakan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti. (‘Abasa: 13-16).
Kolerasi Dengan Hadis
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar, dari Abu Wahb maula Abu Hurairah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Maukah aku beri tahukan kepadamu tentang sebaik-baik makhluk? Mereka menjawab, “Tentu saja mau, wahai Rasulullah. Rasulullah ﷺ bersabda, “Seorang laki-laki yang memegang kendali kudanya di jalan Allah, manakala terjadi serangan musuh, maka dia menunggangi kudanya (dan memacunya menghadapi musuh). “Maukah aku beri tahukan kepadamu tentang sebaik-baik makhluk?” Mereka menjawab, “Tentu saja mau, wahai Rasulullah. Rasulullah ﷺ bersabda, “Seorang lelaki yang berada di kumpulan ternak kambingnya mendirikan shalat dan menunaikan zakat. “Maukah aku ceritakan kepadamu tentang seburuk-buruk makhluk?” Mereka menjawab, “Tentu mau.” Rasulullah ﷺ menjawab, “Orang yang meminta kepada Allah dan Allah tidak memberinya. Demikianlah akhir tafsir surat Al-Bayyinah, segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya.”
Inti Pesan
Jika seorang hamba mengerjakan suatu amalan dengan dilandasi niat yang ikhlas dalam mengerjakannya meski amalan tersebut kecil maka akan terlihat besar di sisi Allah. Sebaliknya, jika ia mengerjakan suatu amalan yang tidak dilandasi dengan niat yang ikhlas meski amalan tersebut besar makan akan dinilai kecil di sisi Allah.
Pesan-Pesan Utama
- Landasilah segala sesuatu dengan niat yang ikhlas
- Orang-orang kafir adalah sejahat-jahat makhluk,
- Dan mereka akan di tempatkan di dalam Neraka Jahanam
- Sedangkan orang-orang yang beriman adalah sebaik-baik makhluk,
- Dan mereka akan di tempatkan di dalam surga ‘Adn
- Jika telah datang hidayah kepada seseorang hendaknya ia menerimanya dengan baik
Hikmah & Pencerahan
Mindset
- Allah swt yang telah mengatur semua sistim di alam semesta
- Hidayah semata-mata hanya miliki Allah swt
- Hendaknya sebelum melakukan pekerjaan tancapkan dan matenkan niat terlebih dahulu dengan ikhlas
- Berupaya menjauhkan diri dari sifat-sifat orang-orang kafir agar terhindar dari predikat sejahat-jahat makhluk
- Berupaya mendekatkan diri dengan penuh iman (takwa) kepada Allah swt. agar mendapat predikat sebaik-baik makhluk
Atitude
- Segala sesuatu tergantung dengan apa yang telah diniatkan,
- Dan amalan tersebut dinilai sesuai apa yang telah diniatkan pula
- Bersegeralah dalam menjemput hidayah
- Tinggalakanlah segala sesuatu yang dapat membuatmu durhaka kepada Allah
- Lakukanlah segala suatu amalan yang dapat mendatangkan ridhanya Allah dan kita juga ridha terhadap-Nya
Behavior
Iman
- Meyakini hidayah datangnya hanya dari Allah semata
- Meyakini setiap mengerjakan amalan dengan niat yang ikhlas maka amalan tersebut akan dinilai besar di sisi Allah swt. meski amalan tersebut kecil di mata manusia
- Meyakini balasan bagi orang-orang yang beriman adalah surga ‘Adn
Amal
- Perbaharuilah setiap niat jika hendak mengerjakan suatu amalan seperti puasa, menuntut ilmu dan lainnya
- Agar Allah Ta’ala ridha terhadap apa yang kita lakukan dan kita pula terhadap apa yang telah Allah Ta’ala tetapkan
Dakwah
- Mengingatkan orang-orang yang sedang menuntut ilmu agar selalu memperbaharui niatnya dengn ikhlas
- Berusaha mengajak orang lain akan kebenaran (meski begitu hidayah tetap datangnya dari Allah swt)
SUMBER:
Media Indonesia. (2024). Surat Al-Bayyinah: Asbabun Nuzul, Pesan, Keutamaan, dan Tulisannya
Buya Hamka. Tafsir Al-Azhar: Juz Amma
Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir