cropped-Desain_tanpa_judul__21_-removebg-preview-1.png

Tren Pluralisme Agama

Sebelum kita menyeberangi pemahaman Pluralisme Agama, ada perlunya untuk memahaminya melalui jembatan pemahaman komprehensif. Pembicaraan tentang pluralisme agama pada hakikatnya tidak bisa dipisahkan dari hubungan-hubungan pemahaman seputar penyamarataan intisari suatu agama. Itu sebabnya tren pluralisme agama yang kita kenal telah menghasilkan kesimpulan mengejutkan yaitu memahami suatu produk pemikiran secara parsial tentang agama. Pada gilirannya fenomena tersebut bersikukuh menghilangkan sekat yang dibatasi oleh dinding-dinding formal pemisah displin ilmu-ilmu tetap seperti tauhid atau teolog.

Plural diartikan sebagai banyak atau lebih dari satu, lawan kata dari singular yang dipergunakan untuk meliputi, mengumpulkan atau menampung benda-benda yang lebih dari satu bahkan umumnya lebih dari tiga. Sedangkan fonem yang dideretkan pada akhir kata plural tersebut pada masa kini terjadi penambahan yakni kata ‘isme’. Hubungan antara ‘plural’ dan ‘isme’ tampak pada upaya sekelompok koloni untuk memaksakan pemahaman penyamarataan inti sari agama melalui kesempatan yang sebelumnya telah dihilangkan dinding pembatasnya.

Isme berarti suatu paham, kepercayaan, doktrin atau ideologi dan sejenisnya. Dalam pengertian yang ditemui di kamus dikatakan bahwa -isme adalah sebuah sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial atau ekonomi. -isme atau suatu paham yang mengekor dari linguis pluralitas tidak hanya mencakup satu jenis paham tetapi berbagai paham yang dalam kaitannya pembicaraan ini adalah agama.

Pluralisme adalah alat untuk membawa atau memaksa sesuatu pemahaman dari satu agama ke agama lain. Sesuatu pemahaman yang dipaksa-paksakan itu bisa berwujud gagasan, amanat, atau sekedar suasana. Selama ini kita belajar bahwa masing-masing agama berdikari, atau berdiri sendiri dan bekerja tidak menyamakan atau mencampuradukkan dari yang lain meskipun dalam kenyataannya agama selalu hadir bersama-sama atau hidup berdampingan. Seseorang dari kalangan Muslim mengatakan:

Agama Islam bukanlah satu-satunya agama yang bisa memperjalankan penganutnya menuju kepada jalan yang benar. Dengan pikiran seolah-olah merasionalkan penggalan ayat dari surah yang dialihtafsirkan sesuka hatinya. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta melakukan kebajikan (pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62). Dari sisi inilah dengan kacaunya ilmu yang dipahami hasil produksi sendiri melalui pemahaman yang tidak holistik (belum membaca tafsir-tafsir ulama), yang menjadi dasar pemikirannya adalah bahwa yang penting memahami apa saja yang melebur dalam berbagai pemahaman tentang agama itu dan bagaimana perbedaan-perbedaan itu bisa dijembatani. Itulah yang dimaksudnya sebagai hakikat pluralisme.

Sementara berseberangan pemahaman tersebut dengan pemahaman yang dimiliki Ibnu Katsir, dalam kitabnya tafsir Ibnu Katsir mengatakan, “Setelah Allah SWT menyebutkan keadaan orang-orang yang menentang perintah-perintah-Nya, melanggar larangan-larangan-Nya, berbuat kelewat batas melebihi dari apa yang dizinkan, serta berani melakukan perkara-perkara yang diharamkan dan akibat adzab yang menimpa mereka, maka Allah mengingatkan melalui ayat ini, bahwa barang siapa yang berbuat baik dari kalangan umat-umat terdahulu dan taat, baginya pahala yang baik.

Orang yang beriman maknanya sejalan dengan orang yang memiliki takwa. Takwa arti sebenarnya adalah momen kemesraan atau kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya, orang yang beriman tidak bisa dipisahkan dari pembicaraan tentang ketakwaan. Istilah orang beriman ada kaitannya dengan takwa dalam studi ini sangat banyak dipergunakan term yang disebutkan kitab suci umat Muslim.

Takwa adalah proses menjadi seorang hamba (Muslim) yang berusaha meraih kedekatannya kepada Sang Rabb dan prosesnya terus berlanjut sampai menjadi seorang Mukmin dan multimodalitas adalah berbagai cara menuju kepada ketakwaan atau bertaqarrub kepada Tuhan. Dalam studi keagamaan Islam, multimodalitas kadang mengacu ke kombinasi indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, perabaan dan sebagai wahana atau kendaraan. Jadi suatu indera manusia bisa menjadi alat menuju taqarrub kepada Tuhan.

Pada hakikatnya tidak mungkin orang yang beriman mengatakan hal demikian, karna dalam ajaran Islam terdapat ilmu-ilmu yang tetap dan tidak boleh berkurang sedikit pun.

Semoga Allah Ta’ala mengistiqamahkan kita dalam berislam dan terus meningkatkan kuliatasnya sampai pada tingkatan Mukmin…

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scan the code