Siapapun yang tidak berkesempatan untuk berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit atau bersafar (menjadi musafir) atau karna udzur lain,maka ia wajib mengqdhanya sesuai jumlah hari yang ia tidak berpuasa. Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al-Baqarah: 185).
Begitu pula dengan perempuan yang sudah mencapai usia baligh (menstruasi), maka ia diberikan dispensasi (rukhsah) untuk beribadah (puasa) dan diperintahkan mengqdhanya sampai ia kembali bersuci. Merujuk kepada dalil yang mengisahkan ketika Aisyah RA, ditanya oleh seseorang “Kenapa gerangan Wanita yang haid mengqdha puasa dan tidak mengqdha shalat? Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriayh, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqdha puasa dan tidak mengqdha shalat.” (HR. Muslim).
Jumhur ulama sepakat bahwa menunaikan qadha puasa ini memiliki jatuh tempo sampai sebelum Ramadhan berikutnya (kecuali jika ada udzur). Aisyah mencotohkan terahir mengqdha puasa pada bulan Sya’ban, “Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban,” (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146).
Jika mengqdha puasa namun melewati batas ketentuannya (melampaui Ramadhan berikutnya): (1) mengqdha dan (2) menunaikan fidyah (memberi makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa). Hal ini berdasarkan pendapat dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Abu Hurairah RA. Membayar fidyah dikarenakan menunda waktu qadha puasa. Sedangkan fidyah yang diberlakukan kepada Wanita hamil dan menyusui (di samping menunaikan qdha) disebabkan karena kemuliaan waktu puasa (di bulan Ramadhan). Sementara fidyah untuk yang sudah berusia lanjut karena memang tidak bisa berbupasa lagi.
Adapun ketentuan untuk melunasi hutang (mengqadha) puasa berdasarkan dalil, “Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185). Ibnu Abbas RA dalam hal ini mengomentari, “Tidak mengapa jika (dalam mengqadha puasa) tidak berurutan.” (HR. Bukhari).
SUMBER:
Muhammad Abduh Tuasikal. (2020). Aturan Membayar Utang Puasa Ramadhan (Qadha Puasa) Yang Jarang Diketahui dari https://rumaysho.com/24554-aturan-membayar-utang-puasa-ramadhan-qadha-puasa-yang-jarang-diketahui.html