Pada era kegelapan (sebelum kedantangan Islam), perempuan selalu dipandang sebelah mata, dipandang sebagai sumber yang menakutkan, karna mendapat sebuah kutukan. Di zaman Arab Jahiliyah siapa pun yang melahirkan anak perempuan, mereka menganggap bahwa keluarganya telah mendapat kutukan, karna mereka meyakini perempuan adalah jelmaan dari iblis.
Dalam Al-Qur’an dikisahkan pada saat mereka mendapatkan kabar bahwa kelahiran anaknya adalah perempuan, “(padahal), apabila salah seorang dari mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat marah (sedih dan malu). Dia bersembunyi dari orang banyak karena kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah, alangkah buruk (putusan) yang mereka tetapkan itu!” (QS. An-Nahl: 58-59).
Dalam Tafsir al-Baghawi, dijelaskan, bahwa pada saat itu, anak perempuan yang baru saja dilahirkan ke dunia sangat dikerdilkan. Kemudian ia akan mendapat siksaan keji yaitu dikuburkan secara hidup-hidup sebab takut akan kemiskinan yang menimpanya. Jika seseorang yang masih memiliki hati kecilnya, maka dia akan memakaikan jubal wol atau rambut dan membiarkannya menggembalakan hewan ternak di bawah teriknya mentari.
Jika ada hasrat membunuhnya, dia akan meninggalkannya sampai ia menginjak usia 6 tahun, lalu mengatakan kepada ibundanya untuk mendandaninya sehingga dia bisa membawakannya kepada keluarganya. Kemudian dia akan menggali sumur di padang pasir, dan ketika dia telah sampai di sumur, dia akan menyuruhnya menghadap ke sumur itu, lalu mendorongnya melalui punggungnya dari arah belakang ke dalam sumur. Dengan keji, sumur tersebut akan ditutup kembali sampai rata dengan tanah.
Sementara Qatadah menceritakan, “Dahulu, suku-suku Mudhar dan Khuza’ah biasa mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup. Suku yang paling parah dalam hal ini adalah Bani Tamim. Mereka beralasan karena takut direndahkan dan dirampas oleh orang-orang yang tidak sepadan. Dan Sufyan bin Naajiyah, paman Farazdaq, jika dia mengetahui adanya hal tersebut, dia akan memberikan seekor unta kepada orang tua gadis itu untuk mencegahnya mengubur anaknya”.
Islam datang bak cahaya, segera memutus rantai pandangan miring sebelah terhadap perempuan (misogini), lalu menyebarkan ajarannya untuk memperlakukan perempuan dengan baik. Melalui lisan yang sangat mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan, “Siapa saja yang diuji dengan anak perempuan, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari apa neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadis di atas menandakan Islam memiliki hukum mutlak untuk mengangkat derajat perempuan, penempatan hukum ini menegaskan bahwa otoritasnya bukan berasal dari manusia melainkan melalui Allah SWT., dari wahyu-Nya yang relevan. Sejatinya memperlakukan perempuan dengan baik, merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah SWT.
Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kmu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya,” (QS. An-Nisa: 19).
Islam mengajarkan bahwa perempuan juga memilki hak yang sama dengan laki-laki. Mereka berhak mendapatkan pendidikan dan perlindungan yang layak. Jadi seharusnya kita memahami dan tidak ikut-ikutan ideologi-ideologi modern.
SUMBER:
NUOLINE. (2023). Hari Anak Perempuan: Islam Muliakan Anak Perempuan dari https://nu.or.id/syariah/hari-anak-perempuan-islam-muliakan-anak-perempuan-pa4Gh