cropped-Desain_tanpa_judul__21_-removebg-preview-1.png

Berilmu Haruskah Beradab?

Di dalam surah al-Mujadilah: 11, “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa dejarat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Lantas apakah orang yang berilmu dan sudah pasti diangkat derajatnya melalui ilmunya tersebut, haruskah ia memiliki adab?

Sebagaimana ketika Makhlad bin Husain berpesan kepada Ibnul Mubarok: “Kita lebih butuh pada banyak adab daripada banyak ilmu”.

Itulah pesan Makhlad kepada Ibnul Mubarok agar belajar adab terlebih dahulu dari pada belajar ilmu, seakan Makhlad mengisyaratkan betapa petingnya untuk mempelajari adab.

Selama ini, di Indonesia khususnya kita hanya dituntut sebatas belajar, belajar dan belajar. Tanpa diajari sebuah ilmu penting penunjang sebelum sampai kepada pembelajaran tersebut yaitu penanaman adab. doutoku-kyouiku sebuah metode yang digunakan Jepang untuk mendidik para pelajar, sebelum para pelajar dituntut untuk belajar, mereka dididik terlebih dahulu untuk memiliki karakter displin, jujur, pekerja keras, bertoleransi tinggi dan lainnya.

Itulah mengapa Adian Husaini mengkritisi pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah, menurutnya, pendidikan seharusnya berlandasan pada nilai-nilai agama, sehingga dalam pendidikan Islam, akhlak dan adab merupakan sebuah model ideal, merujuk dari pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas.

Dalam hal ini, al-Attas memberikan gambaran mengenai orang berilmu tapi memilki adab, “Orang yang baik itu adalah orang yang menyadari sepenuhnya akan tanggung jawab dirinya kepada Tuhan yang haq, yang memahami dan menunaikan kewajiban terhadap dirinya sendiri dan orang lainyang terdapat dalam masyarakatnya, yang selalu berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju ke arah kesempurnaan sebagai manusia yang beadab”.

Sedangkan tujuan pendidikan sendiri sudah tertera dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal I, pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Disebutkan, bahwa dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan pada satuan pendidikan, setidaknya ada 18 nilai yang terindikasi yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Displin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Kmonukatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab.

Sekarang kita bisa menilai, seberapa pentingnya mempelajari adab kemudian mempelajari ilmu. Sebagai contoh, orang yang memiliki banyak ilmu, tapi tidak memiliki karakter kejujuran dan adab selalu merasa di awasi Allah, berapa banyak mereka yang tergiur tindakan kotor?

Bahkan Prof al-Attas mempersoalkan, permasalahan ummat di era ini adalah hilangnya adab atau biasa disebut dengan “The Loss Of Adab”. Ketika itu, Koferensi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam, di kota suci Mekkah, Saudi Arabia. Pada tahun 1977, yang dihadiri sebanyak 330 sarjana Muslim.

Gagasan-gagasan penting yang disampaikan al-Attas itu untuk menjawab dari problema yang sedang dihadapi ummat Muslim. Pertama, tantangan yang datang dari eksternal ummat Muslim, berupa tantangan pemikiran sekuler dari Barat. Kedua, tantangan yang datang dari internal, yaitu yang sedang terjadi di dalam pribadi ummat Muslim itu sendiri.

Maksudnya tantangan internal al-Attas membaginya menjadi tiga: (1) kekeliruan ilmu, (2) hilangnya adab, dan (3) munculnya pemimpin/guru yang tidak layak memikul amanah di berbagai bidang.

Oleh karenanya Syaikh Shalih al-Utsaimin memberikan nasihat kepada para penuntut ilmu sebelum mempelajari ilmu, “Seorang penuntut ilmu jika tidak dihiasi dirinya dengan akhlak mulia (adab), maka tidak ada faidah menuntut ilmunya.

SUMBER:

Anshori A. (2020). Agar Aku Sukses Menuntut Ilmu (bag 10): Berilmu Jangan Lupa Beradab dari https://shorturl.at/R9OZT

Nurjali A. Ruslan U. (2024). Konsep Adab Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas

Yazid A. (2018). Konsep Pendidikan Islam Dalam Pandangan Adian Husaini

Saleh A. H. (2020). Permasalahan Bangsa Dalam Perspektif Adab Syed Muhammad Naquib Al-Attas

Pusat Kurikulum. (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Pedoman Sekolah

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scan the code