Koordinator Bidang Prediksi Cuaca. BMKG, Muhammad Fadli menjelaskan, “Cuaca ekstrem adalah sebuah kejadian atau kondisi atmosfer dalam waktu sesaat/singkat pada lokasi tertentu dan waktu yang singkat di luar kondisi normal cuaca, seperti hujan lebat, angin kencang, suhu ekstrem dan lain-lain.”
Guswanto menuturkan, “Cuaca ekstrem yang terjadi disebabkan oleh adanya fenomena gelombang atmosfer yang terinditifikasi aktif di sekitar wilayah terdampak di Indonesia termasuk di wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.”
Fenomena tersebut adalah gelombang atmosfer MJO (maden jullian oscillation) dan gelombang Rossby Ekuatorial yang aktif di sekitar wilayah Tengah dan Timur di Indonesia, gelombang Kelvin yang aktif di sekitar wilayah Jawa dan Kalimantan.
Fenomena MJO dan gelombang Kelvin bergerak dari arah Samudra Hindia ke arah Samudra Pasifik melewati wilayah Indonesia dengan siklus 30-40 hari pada MJO, sementara pada gelombang Kelvin di skala harian.
Di sisi lain, fenomena gelombang Rossby bergerak dari arah Samudra Pasifik ke arah Samudra Hindia dengan menyeberangi wilayah Indonesia. Sama halnya seperti gelombang MJO dan gelombang Kelvin, ketika gelombang Rossby aktif di wilayah Indonesia maka dapat berakibat pada pertumbuhan bahkan peningkatan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia.
Meskipun demikian, Indonesia merupakan negara yang tangguh menghadapi berbagai cobaan dari segala bentuk bencana di samping pertahanan spritualnya yang kuat, Indonesia mendapat skor tinggi dalam persepsi kepedulian dari hubungan internal maupun eksternal yang menyangkut kepedulian terhadap bencana.
Biasanya barometer tersebut hanya terbatasi dari kukuhnya infrastruktur pencegahan atau darurat bencana, World Risk Poll Resillience Index mengukur dari segi elemen struktural sosialnya. Indeks ini memetakan juga dari kesiapan diri dan rumah tangga, serta persepsi akan kepedulian antar tetangga dan pemerintah.
Manager Kampanye Lloyd’s Register Foundation, Ed Morrow, mengatakan, “33% responden Indonesia percaya terhadap pemerintah peduli kepada mereka, dan akan membantu jika terjadi bencana”. Dilansir dari Media Indonesia
Selain Indonesia, pula ada negara tetangga seperti Flipina, Vietnam dan Kamboja juga memiliki skor yang sama. Namun Indonesia masih ketinggalan dalam hal sistem peringatan dini bencana.
Angkanya ambang di 50% responden yang pernah mengalami bencana, yang mendapat peringatan dini. “Angka itu agak rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, di mana angka tersebut berada di kisaran 70-75%,” tambah Ed.