KH. Bachtiar Nasir:
JAKARTA – KH. Bachtiar Nasir, Lc., Pimpinan AQL Islamic Center dan JATTI, menyampaikan pesan kuat dalam khutbah Jumatnya di Masjid AQL Islamic Center pada 25 Oktober 2024. Dengan tema “Membangun Peradaban dengan Al-Qur’an,” terkhusus bersumber dari Surah Al-Balad. Beliau mengupas makna akhlak dalam Islam serta pentingnya menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pembentukan karakter, baik individu maupun bangsa.
Dalam khutbah tersebut, KH. Bachtiar Nasir menyoroti nilai-nilai Al-Qur’an yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ dan bagaimana penerapannya tidak hanya sebagai akhlak pribadi, tetapi juga sebagai landasan pembentukan peradaban yang mulia.
Makna Akhlak dalam Al-Qur’an
Mengawali khutbah, KH. Bachtiar Nasir mengingatkan bahwa akhlak di dalam Islam bukanlah sekadar etiket atau etika yang diajarkan oleh lembaga formal. Berakhlak dalam Islam berarti membangun perilaku yang selaras dengan nilai-nilai iman dan tauhid kepada Allah. Menurut beliau, landasan akhlak harus terwujud dalam seluruh aspek kehidupan dan menjadi bagian dari cara seorang Muslim mentauhidkan Allah dalam setiap tindakan.
Beliau menukil sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah ﷺ, “Akhlaknya adalah Al-Qur’an.” Imam Nawawi menerangkan hadits ini bahwa Rasulullah mengamalkan Al-Qur’an dengan segala batasan dan ajarannya. Rasulullah tidak pernah melanggar batasan tersebut, menyesuaikan adabnya dengan Al-Qur’an, dan senantiasa mengambil hikmah dari kisah serta perumpamaan yang Allah sampaikan di dalamnya. Inilah yang membuat beliau digambarkan sebagai “Al-Qur’an yang berjalan.”
Akhlak Peradaban dalam Surah Al-Balad
Lebih lanjut, KH. Bachtiar Nasir memfokuskan penjelasan pada Surah Al-Balad, yang menggambarkan perjuangan manusia dalam menempuh jalan menuju kemuliaan dengan menghadapi berbagai ujian dan tantangan. Surah ini diawali dengan sumpah Allah terhadap kota Mekkah, kota suci yang penuh dengan sejarah keagungan Nabi Ibrahim dan keturunan beliau. Di dalam ayat-ayat Surah Al-Balad, Allah mengingatkan bahwa kehidupan manusia di dunia penuh dengan perjuangan, sebagaimana firman-Nya, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah” (QS. Al-Balad: 4).
Menurut KH. Bachtiar, Surah Al-Balad mengajarkan bahwa setiap Muslim harus menyiapkan diri untuk menghadapi rintangan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam dakwah yang bertujuan membangun peradaban mulia.
Melalui Al-Balad, Al-Qur’an mengarahkan bahwa perjuangan menuju nilai-nilai tauhid haruslah disertai dengan akhlak yang luhur dan semangat untuk memperbaiki diri serta masyarakat. Beliau menekankan bahwa perjuangan membangun bangsa yang luhur perlu didasari dengan semangat seperti yang ditunjukkan oleh Rasulullah ﷺ saat berdakwah di Mekkah, yang kemudian menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban mulia.
Al-Qur’an sebagai Dasar Peradaban
KH. Bachtiar Nasir menekankan bahwa Al-Qur’an berperan penting sebagai panduan dalam membentuk peradaban sejati. Rasulullah ﷺ hadir di tengah masyarakat jahiliah yang penuh dengan penyembahan berhala dan akhlak yang rendah, tetapi melalui ajaran Al-Qur’an beliau membangun masyarakat yang mengutamakan kemanusiaan, keadilan, dan nilai-nilai luhur.
Beliau menekankan bahwa perbedaan mendasar antara akhlak yang didasarkan pada Al-Qur’an dengan etiket yang umum adalah bahwa akhlak dalam Al-Qur’an berlandaskan tauhid kepada Allah. Akhlak Islam tidak semata-mata untuk menyenangkan orang lain, melainkan untuk mentauhidkan Allah dan membangun peradaban yang kokoh.
KH. Bachtiar menyoroti juga bagaimana pentingnya menjaga akhlak sebagai bangsa. Ia mengutip pujangga Mesir, Ahmad Syauqi, yang mengatakan bahwa “Bangsa-bangsa hanya bertahan selama akhlak mereka masih ada. Jika akhlak mereka hilang, maka hilanglah bangsa tersebut.”
Menurut beliau, ini sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia, di mana tantangan untuk mempertahankan nilai-nilai luhur semakin besar. Apalagi, jika bangsa ini mulai meninggalkan Al-Qur’an sebagai dasar akhlak, maka bangsa ini akan kehilangan jati dirinya.
Tantangan Akhlak di Era Modern
KH. Bachtiar juga menyoroti perbedaan antara nilai akhlak dalam Al-Qur’an dengan etika modern yang kadang bertentangan dengan kemanusiaan, seperti fenomena LGBT atau perilaku hedonistik yang saat ini semakin merajalela di dunia Barat.
Menurut beliau, akhlak dalam Al-Qur’an menempatkan manusia pada kedudukan yang mulia, bukan seperti perilaku yang menjadikan manusia tunduk pada hawa nafsu dan cenderung ke arah kebinatangan. Beliau juga menyoroti bahayanya demokrasi yang kadang diisi oleh para pemimpin yang jauh dari akhlak Al-Qur’an dan lebih berorientasi pada kepentingan pribadi serta materi.
Melalui contoh akhlak yang ditunjukkan Rasulullah ﷺ, KH. Bachtiar menegaskan bahwa akhlak dalam Islam bertujuan untuk menebarkan kedamaian, kebenaran, dan ketauhidan Allah di muka bumi. Akhlak mulia ini, katanya, haruslah menjadi bagian dari identitas umat Islam dan ditanamkan dalam setiap tindakan.
Bangun Gerakan Golongan Kanan
Dalam khutbah keduanya pada Jumat lalu, KH Bachtiar Nasir, Lc., menyerukan pentingnya membangun “Gerakan Golongan Kanan” atau Ashabul Maimanah yang terinspirasi dari pesan-pesan dalam Surah Al-Balad.
Dalam penyampaiannya, beliau menyoroti kondisi masyarakat Indonesia yang saat ini masih menghadapi berbagai masalah seperti korupsi, judi online, pinjaman online yang mencekik, free sex, hingga kebodohan yang mengikis nilai moral bangsa.
KH Bachtiar Nasir menegaskan bahwa masyarakat butuh transformasi spiritual yang kuat agar dapat berperan aktif sebagai golongan kanan, yang dikenal sebagai kelompok masyarakat beriman dan penuh kasih sayang dalam perspektif Al-Balad.
Merujuk pada ayat 17 dan 18 dalam Surah Al-Balad, KH Bachtiar menjelaskan bahwa Ashabul Maimanah—atau golongan kanan—memiliki tiga karakteristik utama yang sangat relevan untuk membangun bangsa yang bermartabat:
Pertama, mereka adalah orang-orang yang beriman dan memiliki keteguhan dalam berbuat baik. Kedua, mereka saling berpesan untuk bersabar dalam segala keadaan, baik saat menghadapi kesulitan maupun keberuntungan. Dan ketiga, mereka saling menasihati dengan penuh kasih sayang.
“Gerakan ini bukan sekadar slogan, melainkan komitmen untuk menyayangi kaum yang lemah, membantu mereka yang kekurangan, dan hidup sederhana tanpa membebani masyarakat,” jelas KH Bachtiar Nasir. Ia juga menyoroti bahwa para pendiri bangsa Indonesia dulu mengimplementasikan prinsip-prinsip kasih sayang, hingga mereka rela hidup sederhana dan bersikap adil dalam menjalankan amanah.
Lebih lanjut, KH Bachtiar Nasir menyampaikan bahwa bangsa Indonesia bisa kembali pada nilai-nilai luhur ini jika setiap individu berusaha menjadi bagian dari golongan kanan yang berkomitmen pada iman, kesabaran, dan kasih sayang.
Sebagai penutup, beliau berharap agar setiap umat Muslim di Indonesia mampu meneruskan prinsip-prinsip luhur ini, serta berperan aktif dalam membangun bangsa yang adil dan penuh kasih sayang untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. (MBS)
SUMBER: