Pengertian Tasamuh
Jika dipahami hanya secara kasat mata melalui teks maka pemaknaannya akan merujuk kepada toleransi. Banyak yang memahami tasamuh merupakan bentuk transformasi istilah Arab ke dalam bahasa Indonesia. Pada pemaknaan yang sebenarnya, tasamuh merupakan sebuah terminologi khusus yang digunakan dalam Islam. Tasamuh diartikan sebagai sikap menghormati. Lebih jauh dari itu, merupakan wujud penerimaan atau memaafkan dengan berlapang dada sebuah ideologi dan aliran sesat yang jelas berbeda itu, serta menganggap kebenaran semua keanekaragam adalah relatif.
Pluralitas & Pluralisme
Dalam peletakan pemaknaan yang sebenernya, menurut Henri Shalahuddin ditilik dari segi konseptualnya masih banyak yang belum memahami perbedaan pluralitas dan pluralisme. Kendati berbeda, tendensi dari pemikiran kita memaknai keduanya sama sebagai bentuk dari toleransi.
Adapun makna pluralitas merupakan sebuah fakta dari keanekaragam di dalam lingkungan bermasyarakat baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat non-fisik. Jejak sejarah juga menunjukkan bahwa sejak dahalu, Islam telah mengenal sistem kehidupan plural. Buktinya dengan berdirinya Negara Islam Madinah yang penduduknya terdiri dari lebih dari satu kelompok, etnis dan agama.
Dilansir dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), bahwa maksud dari pluralisme adalah sebuah paham yang menganut ajaran semua agama adalah sama dan oleh karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif.
Bagaimana Islam Memandang Perbedaan?
Pada dasarnya Rasulullah juga telah menempuh dan bersinggungan dengan orang-orang non-Muslim. Dalam realitasnya terlihat sikap Rasulullah yang sangat toleransi kepada orang-orang yang berbeda aiqdah. Dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana di dalam hadis berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun hasil dari penjabaran hadis di atas sebagai berikut:
- Islam adalah agama yang berlandaskan kemudahan dengan kata lain sikap toleransi yang tinggi
- Menjawab salam dari yang berbeda aqidah
- Perilaku sehari-hari dalam menjalin hubungan masyarakat dengan sikap toleransi
- Gotong royong setiap ada kegiatan
- Menjalin silaturrahmi
Kesimpulan
Dibolehkannya seorang Muslim bermualah kepada yang berbeda aqidahnya. Namun, bukan berarti ia meleburkan pemahaman aqidahnya dengan yang lainnya. Dengan kata lain, merelakan ketercampuran agama, ideologi dan aliran sesat menjadi suatu kesamaan atau kebenaran yang satu. Kendati perbedaan itu jelas adanya. Tapi anehnya ummat Islam didorong agar bersikap intoleran terhadap sesama kepercayaan yang masih dalam satu aqidah dan syariah Islam.
SUMBER:
Purnomo Bagus, Toleransi Religius Antara Pluralisme dan Pluralitas Agama Dalam Perspektif Al-Qur’an. Vol. 6, No 1, Tahun. 2013
Fatwa Majelis Ulama Indonesia