AQL Peduli, Khazanah – Jihad paling besar adalah perjuangan seseorang menyucikan hati dari sifat-sifat tercela dan menghiasi hati dengan sifat-sifat terpuji. Rasulullah SAW pernah bersabda, jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu dalam diri.
Perang melawan hawa nafsu ini telah dijelaskan oleh Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani dalam kitabnya “Fathu Rabbani Wal Faidhur Rahmaani”. Salah satu tema dalam buku itu membahas tentang takdir yakni “menentang Allah yang hak ketika turun tadkir menandakan matinya agama dan tauhid”.
Abdul Qadir Al-Jailani menjelaskan, pengingkaran terhadap takdir Allah mendandakan matinya agama, matinya tauhid, matinya tawakal, dan matinya ikhlas dalam diri seseorang. Itu merupakan bencana besar dalam kehidupan seseorang, karena itu menandakan hatinya telah dipenuhi oleh kemaksiatan. Tanpa sadar, banyak orang yang sering bunuh diri maknawi. Salah satu penyebab utamanya adalah menenang Allah karena takdir yang ditetapkan dianggap berseberangan dengan keinginan.
Terpilih menjadi mahluk terbaik di muka bumi bukan tanpa alasan. Manusia harus memiliki jiwa yang kuat, karena dalam perjalanan hidup akan menghadapi benturan-benturan, ujian demi ujian, dan ragam permasalahan lainnya. Hidup terus berputar, maka seseorang harus terus siap siaga menghadapi segala kemungkinan takdir. Takdir itu harus dihadapi dengan jiwa yang bersih agar tidak salah jalan daam mengambil keputusan, yang pada akhirnya menimbulkan penyesalan di kemudian hari.
Abdul Qadir Jailani mengatakan, qalbu yang sudah beriman itu bahkan tidak tahu kenapa dia tidak tahu. Orang mukmin sangat menyadari bahwa hati itu dipenuhi oleh hawa nafsu yang cenderung memprotes kebenaran. Barangsiapa yang menginginkan hatinya baik, maka satu-satunya cara adalah menentang hatinya sendiri, menenang hawa nafsunya sendiri. Perang melawan hati itu harus terus dikobarkan sampai aman dari kejahatan qalbu.
Orang mukmin memahami bahwa yang ada dalam hatinya adalah kejahatan di dalam kejahatan. Jangankan manusia biasa, sekelas nabi saja memiliki keinginan dalam hatinya. Nah, setan itu menitipkan keinginan ke dalam keinginan dalam hati manusia. Jika tidak mendapat perlindungan dari Allah, maka tentu akan terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan. Sama halnya Allah membersihkan hati para nabi dan rasul dari keinginan-keinginan yang dititipkan oleh setan.
Terdapat banyak contoh kasus di mana setan menitipkan keinginan dalam hati manusia. Misalnya saat melakukan suatu ibadah. Sebut saja salat. Berapa banyak orang yang salat hanya karena ingin dipuji. Banyak orang bersedekah hanya karena ingin mendapat image baik di tengah masyarakat.
Di Indonesia, ada dosa yang sangat popular yakni riba. Banyak kasus di mana seseorang sujud syukur saat mendapat dana dari bank riba. Itulah yang disebut Abdul Qadir Al-Jailani kejahatan di dalam kejahatan.
Dia menegaskan, barangsiapa yang ingin menang melawan hatinya sendiri, maka berperanglah melawan hati itu, yang di dalam hati itu terdapat hawa nafsu. Jika sudah berhasil menang melawan hati sendiri, maka seseorang sudah menguasai dirinya sendiri. Pada akhirnya, isi hati seseorang adalah kebaikan di dalam kebaikan. Kebaikan berlapis kebaikan.
Ketika seseorang berhasil memenangkan hatinya sendiri, maka hati itu senantiasa tunduk dan menyesuaikan diri dengan semua ketaatan kepada Allah SWT. Hati adalah pangkima tubuh. Jika hati sudah ditundukkan maka mudah menundukkan tubuh pada kebaikan dan menjauhi larangan. Jika sudah demikian, maka dialah yang dimaksud dalam surat Al-Fajr ayat 27-30.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ﴿٢٧﴾ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً﴿٢٨﴾فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya! Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku! (Al-Fajr:27-30)
Jika seseorang sudah berhasil menang melawan hati maka dia berhak mendapat dua kerinduan. Dua kerinduan itu yakni hilang kejahatan hati dan tidak lagi bergantung pada mahluk, serta pantas bernasab kepada Nabi Ibrahim AS.
Bernasab pada Nabi Ibrahim merupakan kedudukan yang sangat tinggi, perlu pendalaman ilmu agar tidak sekedar mencap diri. Nabi Ibrahim adalah bapak tauhid, sehingga untuk mencapai kedudukan pantas bernasab Nabi Ibrahim perlu perjuangan melawan hati agar tidak bercampur dengan nafsu sesat.
Satu hal yang harus dipahami terlebih dahulu adalah perjalanan hidup atau jenjang karir para nabi dan rasul. Perjalanan karir para nabi ada tiga yakni; kesempurnaan jiwa (Kamalunafsu), menyebarkan agama (Nasyruddin), dan Nasyrul Mukmin (Menolong kaum muslimin). Di tengah kesibukan duniawi, tidak boleh melupakan bahwa karir jenjang seseorang adalah adalah mencapai kesempurnaan jiwa (Nafsul kaamilah). Jangan sibuk semua kerjaan, target, tapi lupa target sesungguhnya. Orang yang sudah sampai ke tingkatan itu, ada malaikat yang menemani saat bekerja.
Imam Muhammad Al-Ghazali membahagikan nafsu dalam 7 tingkatan yang dikenal dengan istilah “marotibun- nafsi”. Tingkatan nafsu dan sifat-sifatnya antara lain;
(1) Nafsu Ammaaroh
- Al-Bukhlu artinya kikir atau pelit
- Al-Hirsh artinya tamak atau rakus
- Al-Hasad artinya hasud
- Al-Jahl artinya bodoh
- Al-Kibr artinya sombong
- Asy-Syahwat artinya keinginan duniawi
(2) Nafsu Lawwamah
- Al-Laum artinya mencela
- Al-Hawa artinya bersenang-senang
- Al-Makr artinya menipu
- Al-’Ujb artinya bangga diri
- Al-Ghibah artinya mengumpat
- Ar-Riya’ artinya pamer amal
- Az-Zhulm artinya zalim
- Al-Kidzb artinya dusta
- Al-Ghoflah artinya lupa
(3) Nafsu Mulhamah
- As-Sakhowah artinya murah hati
- Al-Qona’ah artinya merasa cukup
- Al-Hilm artinya murah hati
- At-Tawadhu’ artinya rendah hati
- At-Taubat artinya taubat atau kembali kepada Alloh
- As-Shobr artinya sabar
- At-Tahammul artinya bertanggung jawab
(4) Nafsu Muthmainnah
- Al-Juud artinya dermawan
- At-Tawakkul artinya berserah diri
- Al-Ibadah artinya ibadah
- Asy-Syukr artinya syukur atau berterima kasih
- Ar-Ridho artinya redha
- Al-Khosyah artinya takut akan melanggar larangan
(5) Nafsu Rodhiyah
- Al-Karom artinya
- Az-Zuhd artinya zuhud atau meninggalkan keduniawian
- Al-Ikhlas artinya ikhlas atau tanpa pamrih
- Al-Waro’ artinya meninggalkan syubhat
- Ar-Riyadhoh artinya latihan diri
- Al-Wafa’ artinya tepat janji
(6) Nafsu Mardhiyah
- Husnul Khuluq artinya baik akhlak
- Tarku maa siwalloh artinya meninggalkan selain Allah, tidak bisa terputus kepada Allah.
- Al-Luthfu bil kholqi artinya lembut kepada makhluk. Dia tidak hanya berlemah lembut kepada manusia saja, tapi juga kepada pepohonan, benda mati, dan semua ada yang ada di alam semesta. Seluruh isi bumi dan langit bertasbih kepada Allah.
- Hamluhum ‘ala sholah artinya mengurus makhluk pada kebaikan.
- Shofhu ‘an zunubihim artinya mema’afkan kesalahan makhluk
- Al-Mail ilaihim liikhrojihim min dzulumati thoba’ihim wa anfusihim ila anwari arwahihim artinya mencintai makhluk dan cenderung perhatian kepada mereka guna mengeluarkannya dari kegelapan (keburukan) watak dan jiwa-jiwanya ke arah bercahayanya ruh-ruh mereka.
(7) Nafsu Kamilah
- Ilmul-yaqiin
- Ainul-yaqiin
- Haqqul-yaqiin
Kita harus punya agenda pribadi untuk sampai ke tingkat paling tinggi. Ini agar kita menghadap kepada Allah dengan hati yang suci. (Admin)