Kebutuhan paling mendasar dalam sebuah organisasi dakwah adalah keimanan. Tekanan iman tersebut lebih kepada kepercayaan sampai pada tingkat keyakinan terhadap yang dibaca dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Insan-insan dalam sebuah organisasi harus sampai pada level keyakinan bahwa Allah Maha Melihat. Tak ada satu pun yang luput dari penglihatan-Nya.
Pada level individu, hal yang paling ditekankan adalah jujur terhadap iman. Sinkronisasi antara apa yang difikirkan dan rasakan adalah hal yang wajib diimpelementasikan setiap insan dalam organisasi. Pada level itu, seseorang akan mendapatkan ketengan.
Banyak orang bisa komitmen mendirikan salat tahajud, tapi apakah mampu ketika berjamaah? Level ini yang harus dianalisis secara mendalam, agar keimanan itu tidak hanya dalam diri sendiri tapi kolektif. Artinya, semua insan dalam organisasi mampu mencapai level jujur terhadap iman. Persoalan mendasar seseorang adalah ketika keimanan dalam hati sulit mengejawantah dalam lisan, organ tubuh, hingga dalam perbuatan.
اْلِإيْمَانَ تَصْدِيْقٌ بِاْلقَلْبِ، وَإِقْرَارٌ بِالِّلسَانِ، وَعَمَلٌ بِالْجَوَارِحِ. لَا يَكُوْنُ مُؤْمِناً إِلَّا أَنْ تَجْتَمِعُ فِيْهِ هَذِهِ الْخِصَالِ الثَّلَاثِ
“Iman adalah pembenaran dengan hati, dan ikrar dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota tubuh. Seseorang tidak menjadi mu’min (beriman) kecuali terkumpul padanya tiga hal tersebut.”
Coba selami jiwa masing-masing lalu tanyakan pada diri sendiri, apakah iman kita selama ini sudah sinkron dengan anggota tubuh yang lain? Apakah iman seorang pemimpin organisasi sudah mempengaruhi keimanan anggotanya? Kadang keimanan seseorang masih seperti bayi yang tak bisa mengontrol seluruh anggota tubuhnya sendiri.
Kebutuhan mendasar seseorang adalah bagaimana mengejawantahkan nilai-nilai iman agar sinkron terhadap apa yang diyakini dan apa yang dikerjakan. Sinkronisasi iman dalam berorganisasi itu bisa dipupuk melalui ibadah berjamah. Misalnya membiasakan salat tajahud berjamaah, atau memulai segala aktivitas dengan membaca Al-Qur’an secara bersama-sama.
Secara Individu Pintar Beriman, tapi Secara Kolektif?
Persoalan mendasar organisasi dakwah adalah implementasi iman secara kolektif. Implentasi iman bermakna pembenaran dengan hati, dan ikrar dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota tubuh. Maka penekanan terpenting adalah sinkronisasi iman. Bukan hanya sinkronisasi pada level individu, tapi sampai pada level berjamaah. Ada empat out put dari sinkronisasi iman secara berjamaaah ini, yakni;
- Berjalan di atas kebenaran
- Menegakkan keadilan
- Bekerjasama dalam tim (jamaah)
- Mensyukuri nikmat jamaah
Kebersamaan dalam organisasi dakwah harus didasari dengan iman. Semua insan organisasi berjalan di atas jalan kebenaran. Selain ada aturan Allah dalam AL-Quran, begitu pun dengan As-Sunnah, maupun fiqih, ada juga aturan organisasi yang harus dipatuhi. Mematuhi aturan organisasi merupakan salah satu bentuk berjalan di atas kebenaran. Organisasi dakwah tentu membuat aturan berdasarkan Al-Quran dan Hadist.
Tidak ada jalan yang paling indah di dunia ini kecuali berada di atas jalan kebenaran. Bekerjasama dalam tim untuk menyampaikan kebenaran, dan berlandaskan kebenaran. Semua itu membawa kita pada poin keempat, mensyukuri nikmat jamaah.
Mencontoh formasi V Burung Angsa
Di banyak wilayah Amerika Utara selama musim gugur dan awal musim dingin, kita bisa melihat kawanan besar angsa terbang di atas kepala dalam formasi huruf V besar. Biasanya, satu burung mempertahankan posisi memimpin, diikuti oleh yang lain dalam dua garis yang terpisah.
Saat seekor burung mengepakkan sayapnya saat terbang, udara berputar di sekitar ujung sayapnya, menciptakan daya angkat ke atas, sementara udara yang bergerak dari bawah mendorong ke bawah. Sembari terbang dalam formasi V, umumnya tiap angsa berada sedikit ke belakang dan lebih tinggi dibanding angsa dibelakangya — sebuah posisi di mana udara didorong ke atas. Angsa mendapat daya angkat tambahan dari burung yang diikuti, sehingga menghemat energi yang diperlukan untuk mengepakkan sayapnya dan dengan demikian dapat terbang lebih jauh.
Filosofi burung angsa tersebut bisa dipelajari dalam banyak artikel. Namun sebagai organisasi dakwah, kita harus mengambil pendekatan berbeda. Kita tidak terfokus pada formasi V tersebut, tapi lancipnya. Lancip atau ujung formasi itu menunjukkan seakan-akan ada isyarat ilahiyah menuju titik yang jelas, sudah terarah seperti ujung tombak ke arah yang Allah kehendaki.
Setelah sampai pada penjelasan saintifik mengenai formasi itu, apakah apakah burung angsa bergerak tanpa komando atau bergerak karena mengikuti insting? Ini bisa menjadi pelajaran penting dalam menjalan organisasi. Apakah kita bekerjasama dalam organisasi karena sadar pentingnya bekerjasama atau menjalankan perintah Allah?
Sama halnya ketika seseorang mendirikan salat dhuha dengan motivasi mendapat rezeki, sebenarnya ia menjalankan perintah diri sendiri, bukan perintah Allah. Maka di siniah pentingnya sinkronisasi keimanan. Sangat tidak etis jika kerjasama dalam tim hanya karena ingin mencapai tujuan tertentu. Jika berorganisasi hanya kepentingan optimalisasi sebuah program, maka itu belum berjalan di atas jalan kebenaran dan belum berlaku adil dalam mengimani Allah. Standar organisasi itu adalah semua orang berada dalam tujuan jelas yakni menjalankan kebenaran dan menegakkan keadilan.
Mengambil pelajaran dari burung sebenarnya sudah diperintahkan oleh Allah melalui surah Al-Mulk ayat 19. Allah SWT berfirman;
أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ ۚ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَٰنُ ۚ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk: 19)
Ada beberapa kata kunci dari ayat ini, di antaranya yaitu memperhatikan, burung, di atas, terbang, shaf, mengepakkan sayap, dipegang dalam konteks rahmat (sistem yang berjalan), dan Allah Maha Melihat. Allah meminta hamba-Nya memperhatikan bagaimana burung terbang di udara. Hal yang pasti, burung terbang saat mengembangkan dan mengatupkan sayap. Hal terpenting dalam ayat ini adalah kosakata (صَافَّاتٍ).
Allah menjelaskan tentang shaf saat burung terbang. Burung terbang ber-shaf. Kebersamaan seseorang dalam sebuah organisasi dakwah bukan supaya sukses semata atau menang. Sebab, sukses dan menang itu hanya milik Allah. Tugas penerus risalah hanya berjuang. Namun yang wajib dilakukan orang beriman adalah bekerjasama dalam menyampaikan dakwah.
Burung terbang dengan cara berbaris atau ber-shaf. Maka itu, tetaplah bersama tim. Jadikan kebenaran dan keadilan sebagai landasan sebuah tim dalam berdakwah. Kemudian, setiap insan dalam organisasi harus bersyukur karena tergabung dalam organisasi dakwah. Selain berdakwah, tentu mendapatkan juga pahala berjamaah.