cropped-Desain_tanpa_judul__21_-removebg-preview-1.png

Jangan Jadi Orang Merugi di Bulan Ramadhan

Ramadan merupakan bulan penuh ampunan dan rahmat Allah SWT. Pintu neraka ditutup. Pintu surga dibuka lebar bagi hamba-Nya yang ikhlas berpuasa. Imam Nawawi dalam buku Riyadh al-shalihin hadist dari Abu Sa’id al Khudri mengatakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah kecuali Allah menjauhkannya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.” (Muttafaqqun ‘Alaih).

Allah Ta’ala punya hamba pilihan yang terbebas dari api neraka, padahal usianya masih panjang di dunia. Bahkan ada orang-orang yang tercatat bebas dari siksa dari api neraka, padahal dia masih hidup. Peringatan ini menjadi pembuka, karena tidak ada yang paling hebat yang kita dapatkan di dunia ini kecuali ampunan dari Allah Ta’ala.

Boleh jadi ramadhan tahun ini adalah ramadhan terakhir. Setiap manusia pasti pernah melewati pemakaman. Itu menjadi renungan, bahwa kematian datang kapan saja. Coba perhatikan orang-orang di sekeliling. Banyak orang yang masih berkumpul bersama orang tua pada ramadhan tahun lalu, namun tahun ini tak lagi bersama.

Tapi yang paling penting adalah bagaimana mendapatkan amupnan Allah Ta’ala sebelum ramadhan beralu. Ada orang yang menangis menyesal di dalam kuburan, karena tidak bertaubat sebelum mati dan tidak mendapatkan rahmat saat mati. Orang yang paling menjerit nanti di dalam kubur karena menyesal adalah orang yang di dalam kubur ingat waktu ramadhan tapi dosa-dosanya tidak diampunkan. Dia menyesal menjerit karena tidak sungguh-sungguh mencari ampunan Allah. Padahal dia menyiapkan di setiap malam iktikad untuk terbebas dari api neraka.

Sekarang kita sudah berada dalam dekapan bulan yang dirindukan, di mana setiap kebaikan dilipat gandakan oleh AllahTa’ala. Sungguh sangat merugi orang yang tidak terbetik di dalam hatinya untuk melakukan banyak kebaikan-kebaikan di bulan ramadhan ini. Sungguh betapa kerasnya qalbu jika di bulan yang penuh dengan kebaikan ini tidak berupaya mendapatkan limpahan rahmat dan barakah, ampunan, dan dibebaskan dari api neraka. Kalau sampai hati masih keras, tidak tertarik untuk melakukan kebaikan besar di dalam hidup.

Abdullah Ibnu Umar pada bulan ramadhan adalah orang yang sangat detil memperhatikan kebaikan apa lagi yang harus dilakukan. Bahkan dari awal ramadhan hingga akhir ramadhan, dia akan pilih bebruka puasa dengan fakir yang mana. Itu yang difikirkan setiap hari. Begitulah qalbu yang sudah sampai pada alam ketinggian, sehingga seleranya pun sangat tinggi.

Ada dua jenis qalbu di bulan ramadhan. Ada qalbu yang masih terkapar, masih terpenjara di dalam ruhnya, ruh yang masih terpenjara di dalam jasadnya. Begitu ungkapan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Dia berpuasa tapi fikirannya berada di alam yang sangat rendah. Tidak jauh antara mulut dan perutnya. Antara kantong dan pulang kampungnya. Tidak jauh urusannya dari itu. Inilah jenis qalbu yang masih terkapar, tertarik gravitasi dunia.

Tapi di sana ada qalbu yang bahkan menembus tujuh lapisan langit. Qalbu seperti ini seakan-akan nempel di arsy ar-Rahman. Qalbu seperti ini adalah orang-orang yang sudah dibawa terbang oleh ruhnya yang ringan. Qalbu seperti ini selalu memikirkan kebaikan.

Suatu hari Aisyah ra menghidangkan makanan paha domba kesukaan Rasulullah. Lalu Rasulullah bertanya, ”Ya Aisyah, apakah sudah kamu beri Abu Hurairah tetangga kita?”

”Sudah, ya Rasulullah,” jawab Aisyah.

”Bagaimana dengan Ummu Ayman?” tanya Rasulullah lagi.

“Sudah, ya Rasulullah,” jawab Aisyah.

Kemudian Rasulullah bertanya lagi tentang tetangga-tetangganya yang lain, apakah sudah diberi masakan tersebut. Sampai Aisyah merasa penat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

“Sudah habis kubagikan, ya Rasulullah, yang tinggal apa yang ada di depan kita ini,” ujar Aisyah.

Rasulullah tersenyum. Lalu dengan lembut menjawab, ”Kamu salah Aisyah, yang habis adalah apa yang kita makan ini dan yang kekal adalah apa yang kita sedekahkan.”

Dikisahkan oleh Umar bin Khattab. Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu Rasulullah SAW memberinya.

Keesokan harinya, laki-laki itu datang kembali meminta-minta, lalu Rasulullah SAW memberinya. Keesokan harinya, ia datang kembali dan meminta, Rasulullah kembali memberinya. Keesokan harinya, ia datang dan kembali meminta-minta.

Rasulullah SAW lalu bersabda,”Saya tidak mempunyai apa-apa saat ini. Akan tetapi, ambillah apa yang engkau mau, dan jadikanlah itu utang bagiku. Jika suatu saat saya mempunyai sesuatu, saya akan membayarnya.”

Umar lalu berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, janganlah engkau memberikan sesuatu yang berada di luar batas kemampuanmu.”

Rasulullah SAW tersenyum, lalu beliau bersabda kepada Umar, “Karena itulah saya diperintahkan oleh Allah.”

Sayyidah Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW bercerita: “Suatu hari Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahku dalam keadaan muka pucat. Saya khawatir jangan-jangan beliau lagi sakit. Saya lalu bertanya: ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begitu? Apakah Anda sakit?”

Rasulullah SAW menjawab,“Saya pucat begini bukan karena sakit, tetapi karena saya ingat uang tujuh dinar yang kita dapatkan kemarin. Sore ini uang itu masih ada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya.”

Subhanallah, demikianlah bagaimana luar biasanya Rasulullah SAW. Beliau pucat pasi bukan karena sakit, bukan karena kurangnya uang dan kekayaan, namun karena ada uang yang masih tersimpan yang belum diinfakkan.

Sejatinya harta bukanlah tujuan. Kekayaan bukan akhir pencarian, akan tetapi sarana untuk lebih mengabdi kepada-Nya. Karena itu, Jabir menuturkan,“Rasulullah SAW tidak pernah mengatakan ‘tidak’ manakala beliau diminta.” (HR Bukhari)

Lalu, mengapa Rasulullah lebih giat lagi dalam bersedekah di bulan Ramadan? Pertama, pahala sedekah di bulan Ramadhan dilipatgandakan. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Turmudzi, ketika Rasulullah SAW ditanya,“Sedekah yang bagaimana yang paling utama?” Rasulullah SAW menjawab,“Sedekah yang dilakukan pada bulan Ramadan.”

Kedua, membantu orang-orang yang berpuasa untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda,“Barang siapa yang memberikan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka pahalanya sama dengan orang yang berpuasa itu, tanpa berkurang sedikit pun”.

Ketiga, puasa dan sedekah merupakan dua hal sangat penting untuk menjauhkan diri dari api neraka. Dalam banyak hadis disebutkan,salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda,“Puasa adalah perisai.” Maksudnya, puasa merupakan perisai dari api neraka, demikian juga sedekah merupakan penolak dari panasnya api neraka kelak.

Itulah beberapa rahasia mengapa Rasulullah SAW lebih dermawan lagi manakala bulan Ramadhan tiba. Semua karena banyak rahasia dan keistimewaan yang hanya didapatkan pada bulan Ramadan dan tidak terdapat pada bulan-bulan lainnya.

Rasulullah SAW bersabda,“Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan sesama manusia serta jauh dari api neraka. Sedangkan orang yang pelit dan kikir, ia jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan api neraka. Orang yang bodoh, tetapi dermawan, lebih dicintai oleh Allah, daripada orang yang rajin ibadah, tetapi pelit dan kikir.” (HR Baihaqi).

Jadikan ramadhan ini sebagai momentum untuk menjadi orang baik, bukan cuma untuk diri sendiri, tapi untuk orang tua, untuk guru-guru. Jangan takut untuk berinfak. Apapun yang diinfakkan di jalan Allah, pasti diganjar dengan kelipatan keberkahan. Merugilah anda yang tidak bersedekah. Jadikan ini sebagai momentum kebaikan untk kita semua. Mudah-mudahan kita tergolong orang-orang yang mendapatkan lailatul qadr.

Ramadan merupakan bulan penuh ampunan dan rahmat Allah SWT. Pintu neraka ditutup. Pintu surga dibuka lebar bagi hamba-Nya yang ikhlas berpuasa. Imam Nawawi dalam buku Riyadh al-shalihin hadist dari Abu Sa’id al Khudri mengatakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah kecuali Allah menjauhkannya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.” (Muttafaqqun ‘Alaih).

Allah Ta’ala punya hamba pilihan yang terbebas dari api neraka, padahal usianya masih panjang di dunia. Bahkan ada orang-orang yang tercatat bebas dari siksa dari api neraka, padahal dia masih hidup. Peringatan ini menjadi pembuka, karena tidak ada yang paling hebat yang kita dapatkan di dunia ini kecuali ampunan dari Allah Ta’ala.

Boleh jadi ramadhan tahun ini adalah ramadhan terakhir. Setiap manusia pasti pernah melewati pemakaman. Itu menjadi renungan, bahwa kematian datang kapan saja. Coba perhatikan orang-orang di sekeliling. Banyak orang yang masih berkumpul bersama orang tua pada ramadhan tahun lalu, namun tahun ini tak lagi bersama.

Tapi yang paling penting adalah bagaimana mendapatkan amupnan Allah Ta’ala sebelum ramadhan beralu. Ada orang yang menangis menyesal di dalam kuburan, karena tidak bertaubat sebelum mati dan tidak mendapatkan rahmat saat mati. Orang yang paling menjerit nanti di dalam kubur karena menyesal adalah orang yang di dalam kubur ingat waktu ramadhan tapi dosa-dosanya tidak diampunkan. Dia menyesal menjerit karena tidak sungguh-sungguh mencari ampunan Allah. Padahal dia menyiapkan di setiap malam iktikad untuk terbebas dari api neraka.

Sekarang kita sudah berada dalam dekapan bulan yang dirindukan, di mana setiap kebaikan dilipat gandakan oleh AllahTa’ala. Sungguh sangat merugi orang yang tidak terbetik di dalam hatinya untuk melakukan banyak kebaikan-kebaikan di bulan ramadhan ini. Sungguh betapa kerasnya qalbu jika di bulan yang penuh dengan kebaikan ini tidak berupaya mendapatkan limpahan rahmat dan barakah, ampunan, dan dibebaskan dari api neraka. Kalau sampai hati masih keras, tidak tertarik untuk melakukan kebaikan besar di dalam hidup.

Abdullah Ibnu Umar pada bulan ramadhan adalah orang yang sangat detil memperhatikan kebaikan apa lagi yang harus dilakukan. Bahkan dari awal ramadhan hingga akhir ramadhan, dia akan pilih bebruka puasa dengan fakir yang mana. Itu yang difikirkan setiap hari. Begitulah qalbu yang sudah sampai pada alam ketinggian, sehingga seleranya pun sangat tinggi.

Ada dua jenis qalbu di bulan ramadhan. Ada qalbu yang masih terkapar, masih terpenjara di dalam ruhnya, ruh yang masih terpenjara di dalam jasadnya. Begitu ungkapan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Dia berpuasa tapi fikirannya berada di alam yang sangat rendah. Tidak jauh antara mulut dan perutnya. Antara kantong dan pulang kampungnya. Tidak jauh urusannya dari itu. Inilah jenis qalbu yang masih terkapar, tertarik gravitasi dunia.

Tapi di sana ada qalbu yang bahkan menembus tujuh lapisan langit. Qalbu seperti ini seakan-akan nempel di arsy ar-Rahman. Qalbu seperti ini adalah orang-orang yang sudah dibawa terbang oleh ruhnya yang ringan. Qalbu seperti ini selalu memikirkan kebaikan.

Suatu hari Aisyah ra menghidangkan makanan paha domba kesukaan Rasulullah. Lalu Rasulullah bertanya, ”Ya Aisyah, apakah sudah kamu beri Abu Hurairah tetangga kita?”

”Sudah, ya Rasulullah,” jawab Aisyah.

”Bagaimana dengan Ummu Ayman?” tanya Rasulullah lagi.

“Sudah, ya Rasulullah,” jawab Aisyah.

Kemudian Rasulullah bertanya lagi tentang tetangga-tetangganya yang lain, apakah sudah diberi masakan tersebut. Sampai Aisyah merasa penat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

“Sudah habis kubagikan, ya Rasulullah, yang tinggal apa yang ada di depan kita ini,” ujar Aisyah.

Rasulullah tersenyum. Lalu dengan lembut menjawab, ”Kamu salah Aisyah, yang habis adalah apa yang kita makan ini dan yang kekal adalah apa yang kita sedekahkan.”

Dikisahkan oleh Umar bin Khattab. Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu Rasulullah SAW memberinya.

Keesokan harinya, laki-laki itu datang kembali meminta-minta, lalu Rasulullah SAW memberinya. Keesokan harinya, ia datang kembali dan meminta, Rasulullah kembali memberinya. Keesokan harinya, ia datang dan kembali meminta-minta.

Rasulullah SAW lalu bersabda,”Saya tidak mempunyai apa-apa saat ini. Akan tetapi, ambillah apa yang engkau mau, dan jadikanlah itu utang bagiku. Jika suatu saat saya mempunyai sesuatu, saya akan membayarnya.”

Umar lalu berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, janganlah engkau memberikan sesuatu yang berada di luar batas kemampuanmu.”

Rasulullah SAW tersenyum, lalu beliau bersabda kepada Umar, “Karena itulah saya diperintahkan oleh Allah.”

Sayyidah Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW bercerita: “Suatu hari Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahku dalam keadaan muka pucat. Saya khawatir jangan-jangan beliau lagi sakit. Saya lalu bertanya: ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begitu? Apakah Anda sakit?”

Rasulullah SAW menjawab,“Saya pucat begini bukan karena sakit, tetapi karena saya ingat uang tujuh dinar yang kita dapatkan kemarin. Sore ini uang itu masih ada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya.”

Subhanallah, demikianlah bagaimana luar biasanya Rasulullah SAW. Beliau pucat pasi bukan karena sakit, bukan karena kurangnya uang dan kekayaan, namun karena ada uang yang masih tersimpan yang belum diinfakkan.

Sejatinya harta bukanlah tujuan. Kekayaan bukan akhir pencarian, akan tetapi sarana untuk lebih mengabdi kepada-Nya. Karena itu, Jabir menuturkan,“Rasulullah SAW tidak pernah mengatakan ‘tidak’ manakala beliau diminta.” (HR Bukhari)

Lalu, mengapa Rasulullah lebih giat lagi dalam bersedekah di bulan Ramadan? Pertama, pahala sedekah di bulan Ramadhan dilipatgandakan. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Turmudzi, ketika Rasulullah SAW ditanya,“Sedekah yang bagaimana yang paling utama?” Rasulullah SAW menjawab,“Sedekah yang dilakukan pada bulan Ramadan.”

Kedua, membantu orang-orang yang berpuasa untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda,“Barang siapa yang memberikan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka pahalanya sama dengan orang yang berpuasa itu, tanpa berkurang sedikit pun”.

Ketiga, puasa dan sedekah merupakan dua hal sangat penting untuk menjauhkan diri dari api neraka. Dalam banyak hadis disebutkan,salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda,“Puasa adalah perisai.” Maksudnya, puasa merupakan perisai dari api neraka, demikian juga sedekah merupakan penolak dari panasnya api neraka kelak.

Itulah beberapa rahasia mengapa Rasulullah SAW lebih dermawan lagi manakala bulan Ramadhan tiba. Semua karena banyak rahasia dan keistimewaan yang hanya didapatkan pada bulan Ramadan dan tidak terdapat pada bulan-bulan lainnya.

Rasulullah SAW bersabda,“Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan sesama manusia serta jauh dari api neraka. Sedangkan orang yang pelit dan kikir, ia jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan api neraka. Orang yang bodoh, tetapi dermawan, lebih dicintai oleh Allah, daripada orang yang rajin ibadah, tetapi pelit dan kikir.” (HR Baihaqi).

Jadikan ramadhan ini sebagai momentum untuk menjadi orang baik, bukan cuma untuk diri sendiri, tapi untuk orang tua, untuk guru-guru. Jangan takut untuk berinfak. Apapun yang diinfakkan di jalan Allah, pasti diganjar dengan kelipatan keberkahan. Merugilah anda yang tidak bersedekah. Jadikan ini sebagai momentum kebaikan untk kita semua. Mudah-mudahan kita tergolong orang-orang yang mendapatkan lailatul qadr.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scan the code