AQL Peduli, Jakarta – Pernah merasakan cemburu? Perasaan tersebut akan menimbulkan perasaan tidak mengenakkan seperti marah tak jelas, kesal, benci dan lain sebagainya. Begitu kira-kira gambaran emosional seseorang ketikan merasakan cemburu.
Lalu, pernahkah membayangkan jika Al-Quran yang cemburu? Al-Qur’an mungkin iri dengan telepon pintar yang selalu dinomorsatukan. Kitab suci itu mungkin cemburu dengan ketanggapan membukan pesan WhatsApp daripada membaca ayat-ayat Allah SWT.
Al-Quran adalah kalamullah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril untuk menjadi pedoman dan petunjuk hidup manusia. Membaca Al-Qur’an tentu memiliki adab. Karena yang dibaca adalah kalamullah (firman Allah), bukan koran, bukan perkataan makhluk.
Maka salah satu adab yang harus diperhatikan adalah tidak mengutamakan pesan WhastApp daripada membaca Alquran. Marak ditemui orang yang membaca Al-Qur’an tapi konsentrasinya ke layar telepon pintar. Penghayatan terhadap kitab suci itu menjadi hilang. Membaca dengan tartil hingga mentadabburi Qur’an tak lagi menjadi prioritas utama.
Ketika seseorang dalam kondisi semangat membaca Qur’an, organ-organ tubuh teruama mulut sampai tenggerokan juga bersemangat untuk mengucapkan huruf dengan benar. Itu makanya salah satu adab membaca Al-Quran adalah tidak membaca dalam kondisi lelah. Seseorang harus mencari waktu yang paling fresh. Ini untuk menghindari kesalahan dalam pengucapan huruf, agar tidak menyelewengkan makna.
Selain itu, konsentrasi. Membaca Al-Qur’an harus dengan konsentrasi tinggi. Maka tidak boleh membaca Al-Qur’an sambil memperhatikan pesan WhatsApp. Harus fokus. Maka itu dalam Al-Qur’an memilihkan waktu yang tepat untuk tilawah Al-Quran. “Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan pada waktu itu) lebih berkesan. Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang panjang.” (Al-Muzammil: 6-7)
Rasulullah SAW pernah menyebut Alquran akan menjadi salah satu pemberi syafaat bagi para pembacanya. Membaca Al-Qur’an dapat membersihkan hati yang kotor. Namun, bagaimana agar semua hikmah dan manfaat membaca Al-Qur’an tersebut bisa didapatkan? Dalam Minhajul Muslim terdapat lima adab membaca Alquran sesuai tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Membacanya dalam kondisi terbaik
Seorang Muslim dianjurkan untuk membaca Alquran dalam kondisi sempurna, yakni dengan bersuci terlebih dahulu (berwudhu), lebih utama menghadap kiblat serta duduk dengan penuh tata krama dan tenang.
Membacanya dengan tartil
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sesungguhnya yang menamatkan bacaan Alquran kurang dari tiga malam, maka dia tidak akan bisa paham,” (HR. Tirmidzi).
Berdasarkan hadist tersebut, hendaknya setiap Muslim tidak membaca Alquran dengan terburu-buru. Bahkan membaca cepat sehingga bisa khatam Alquran dalam kurun waktu tiga hari. Hal ini karena terburu-buru dalam membaca Alquran akan mengurangi kekhusyukan membaca dan tidak dapat memahami kandungannya.
Membacanya dengan khusyuk hingga menampakkan kesedihan
Rasulullah bersabda yang artinya: “Bacalah Alquran dan menangislah, jik kalian tidak bisa menangis maka buat-buatlah seperti kalian menangis,” (HR. Ibnu Majah).
Sabda Nabi tersebut menganjurkan agar umat Islam menghayati kandungan Alquran. Bahkan dianjurkan untuk menangis saat meresapi isi Alquran.
Memperindah suara ketika membaca Alquran
Rasulullah bersabda yang artinya: “Hiasilah Alquran dengan suara kalian,”(HR. Ibnu Majah).
Saat membaca Alquran setiap muslim disunnahkan untuk memperindah setiap bacaan. Hal ini juga sebagai upaya membaca Alquran dengan perlahan dan menghayati tiap kalimatnya.
Membacanya dengan suara lembut
Rasulullah bersabda: “Orang yang membaca Alquran dengan keras seperti orang yang bersedekah dengan terang-terangan,” (HR. Sunan Abi Dawud).
Seperti diketahui, sedekah sebisa mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kecuali ada faidah tertentu yang diinginkan. Begitu juga membaca Alquran, baiknya dilakukan tidak dengan sembunyi-sembunyi kecuali ada faidah tertentu yang ingin didapatkan.
Mengeraskan bacaan dibolehkan jika bacaan kita tidak mengganggu siapa pun, dan juga ketika tidak khawatir akan terjatuh dalam riya (ingin dilihat untuk dapat pujian) dan sum’ah (ingin didengar untuk dapat pujian). (MOE)
Sumber: Ceramah Ustaz Bachtiar Nasir