Mengenai Puasa (Makna, Definisi, Hukum Syara’ dan Hikmahnya)

Saat turun perintah mengenai puasa, sejatinya firman suci ini menuturkan ungkapan cinta Ilahi yang ditujukan pada hamba-Nya.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Allah swt menurunkan ayat-ayat Ramadhan sekaligus meresapkan cinta bagi hamba-hamba-Nya, sehingga menjelma kekuatan ketaatan. Setiap kata yang merangkai kalimat ini memiliki makna yang amat mendalam.

Pemilihan kata demi kata digunakan bahasa yang tepa pula mengandung ungkapan cinta Ilahi. Dalam kaidah bahasa Arab, huruf ‘Yaa‘ atau huruf nida digunakan sebagai seruan atau ajakan suatu objek. Huruf ini juga memiliki fungsi fleksibel. Fleksibilitas makna dan fungsi huruf nida sebagai berikut. Pertama, untuk menyeru objek yang jauh dari pembicara, huruf ini seolah-olah menjembatani antara sang Rabbi dan hamba-Nya sekaligus menekankan bahwa berita yang akan disampaikan dalam ayat puasa ini benar-benar berasal dari sang Khaliq.

Kedua, untuk menyeru objek yang dekat, maknanya huruf itu mengandung isyarat pada hamba-Nya bahwa seruan tersebut tidak ada dinding-dinding penyekat. Respon yang diterima pun perlu adanya perhatian serius. Objek yang tidak merespon dengan baik berita yang disampaikan, maka ia termasuk ke dalam golongan lalai.

Para ahli bahasa menuturkan, setiap kata اَيُّهَا yang tersusun dalam rangkaian huruf nida dalam satu kalimat berfungsi untuk menyambung huruf nida. Adapun huruf اَيُّهَا terdiri dari dua susunan kata yaitu:

  1. اي yang berarti sasaran dari ajakan dalam kalimat (munada)
  2. هَا sebagai huruf tanbih, atau huruf yang menekankan fokusnya pada pembicara agar memerhatikan beritanya dengan seksama

Dapat dipahami, penggunaan kalimat tersebut mengacu pada penekanan bahwa setiap mukmin harus benar-benar memerhatikan dengan serius kandungan makna yang akan disampaikan dalam ayat puasa.

Selanjutnya penggunaan kata bahasa Arab kaidahnya menyatakan tidak bisa terhubung langsung dengan fiil kecuali dengan keberadaan isim maushul yaitu sebagai berikut:

  1. al-ladzi: sebagai kata penghubung bagi kata benda mudzakkar tunggal
  2. al-latii: sebagai kata penghubung bagi kata benda muanast tunggal
  3. al-ladzaani: sebagai kata penghubung bagi dua kata benda mudzakkar
  4. al-lataani: sebagai kata penghubung bagi dua kata benda muanast
  5. uulaa: sebagai kata penghubung bagi kata benda dalam bentuk plural (jamak)
  6. al-laaii / al-laatii: sebagai kata penghubung bagi kata benda muanast dalam bentuk plural (jamak)
  7. al-ladziina: sebagai kata penghubung bagi kata benda mudzakkar dalam bentuk plural (jamak)
  8. man: sebagai kata penghubung yang bersifat umum bagi kata benda berakal
  9. maa: sebagai kata penghubung yang bersifat umum bagi kata tidak berakal
  10. dzaa: sebagai kata penghubung yang bersifat umum dalam bentuk tunggal

اٰمَنُوْا kata ini bentuknya jamak, memiliki arti ‘orang-orang yang beriman’. Sementara dalam bentuk tunggalnya ‘amana’ yang berasal dari kata ‘amina’ berarti aman. Ketika penurunan derivasinya terus diikuti maka akan ditemukan kata امن hingga menjadi اٰمَنُوْا. Kata امن mengalami perubahan yakni penambahan ا diawal kata sehingga menjadi اامن selanjutnya, kata hamzah diurutan kedua berubah menjadi mad guna meringankan bacaan, kemudian huruf tersebut melebur menjadi satu bagian menjadi آمن dan kata tersebut digabungkan maka akan menjadi اٰمَنُوْا.

Penggunaan kata كتب seorang mufassir bernama Abu al-Laits as-Samarqandi mengatakan turunannya memiliki empat makna, di antaranya akan dipaparkan:

  1. Bermakna qadla berarti menetapkan.
  2. Bisa juga bermakna furidha, memiliki arti mewajibkan.
  3. Atau bisa juga ia diartikan dengan ja’ala yang berarti menjadikan.
  4. Serta bisa juga dikaitkan dengan amara memiliki makna memerintahkan atau menentukan.

Secara etimologi maksud dari كتب adalah kumpulan tulisan atau yang telah dibukukan, serta susunannya tertib dan sistematis.

Penggunaan kata الصيام berbeda dengan kata الصوم Ibnu Asyur pakar tafsir berdarah Tunisia menganalisis perbedaannya dengan cermat bahwa kata ash-shiyam الصيام dalam bahasa Arab khusus digunakan untuk mengungkap makna “menahan diri dari makan dan minum, sementara kata as-shaum الصوم memiliki makna yang lebih umum, yaitu menahan apa saja.

Kata الصيام juga dapat dibahasakan untuk menahan diri dari segala yang dapat merusak atau membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari, upaya ini dalam rangka meraih derajat takwa.

Misalnya derivasinya terdapat di beberapa surah berikut:

Puasa Ramadhan

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Puasa Sebagai Penebus Kesalahan

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ اَنْ يَّقْتُلَ مُؤْمِنًا اِلَّا خَطَـًٔاۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَّدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ اِلٰٓى اَهْلِهٖٓ اِلَّآ اَنْ يَّصَّدَّقُوْاۗ فَاِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍۗ وَاِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ ۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ اِلٰٓى اَهْلِهٖ وَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِۖ تَوْبَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

“Tidak patut bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin, kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin dan (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, (hendaklah pembunuh) memerdekakan hamba sahaya mukminat. Jika dia (terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, (hendaklah pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya serta memerdekakan hamba sahaya mukminah. Siapa yang tidak mendapatkan (hamba sahaya) hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai (ketetapan) cara bertobat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS. An-Nisa: 92).

Dalam bahasa Arab, kata لَعَلَّ sering digunakan untuk penyematan pada harapan. Menurut Asy-Syuthi mengutip pendapat dari Abu Malik, tuturnya, seluruh kata لَعَلَّ dalam Al-Qur’an mengandung makna kay kecuali yang terdapat di surah as-Syua’ra yang bermakna ka anna. Jadi, kata لَعَلَّ hanya digunakan dalam Al-Qur’an dikhususkan untuk mengungkapkan sebuah harapan yang insya Allah terjadi, tentu dala meraihnya memerlukan perjuangan agar goals takwa bisa tercapai.

Penggunaan kata تَتَّقُوْنَۙ yang berbentuk jamak (plural) dan menunjukkan dua waktu, “waktu sekarang atau sedang terjadi” dan “waktu yang akan datang”. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa perintah puasa ditujukan tujuannya untuk melatih bagi setiap insan beriman agar bisa memberi batasan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah, baik saat puasa, dan idealnya setelah puasa ditunaikan atau idiomnya dapat dikatakan agar kalian memperisai (bentengilah diri kalian dari segala perbuatan dosa yang membuat Allah murka, sehingga bisa meraih derajat takwa).

Bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa di dalamnya terdapat sebuah hikmah, di antara hikmahnya. Yakni bertambahnya keimanan sebab melaksanakan perintah Allah swt., agar mencapai takwa. Menjadikan orang yang berpuasa berupaya mendekatkan dirinya kepada sang pencipta, menghadirkan bentuk penghambaan yang sempurna dengan mengikuti segala aturan, perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Juga terdapat hikmah tarbawiyah untuk melatih jiwa, mengasah perasaan, dan membentuk pola makan yang baik. Selanjutnya ada juga yang berhubungan dengan pundi-pundi kesosialan yakni untuk menggerakkan jiwa kepekaan terhadap fakir miskin untuk memberikan makan dan minum.

SUMBER:
Adi Hidayat. (2021). Makna-Makna Ayat Puasa, Mengenal Kedalaman Bahasa Al-Qur’an.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top