
Spirit untuk membebaskan Al-Aqsha tidak datang tiba-tiba, ketika video-video para penjajah sedang membantai masyarakat Palestina, tapi sudah muncuk sejak awal Rasulullah SAW. diutus. Peristiwa Isra’ Mi’raj di samping mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, perjalanan menakjubkan yang terjadi pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj itu juga mengisyaratkan untuk pembebasan Al-Aqsha.
Isyarat ini muncul ketika ditetapkannya tujuan Isra’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yakni masjidil Aqsha dari masjidil haram. Pesan tersirat ini menunjukkan bahwa Rasulullah ingin bahwa umat Islam harus membebaskan Al-Aqsha, sekurang-kurangnya ia berorientasi hatinya kepada Al-Aqsha.
Banyak hadis-hadis yang menjelaskan tentang keutamaan Al-Aqsha. Ini juga sebuah isyarat, agar umat Islam berdatangan ke Al-Aqsha:
“Janganlah bersengaja melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid. Masjidku (Masjid Nabawi), Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam redaksi lain, “Shalat di Baitul Maqdis sama seperti mengejarkan lima ratus shalat.” (HR. Al-Bazar, Ibnu Abdil Bar, Al-Baihaqi).
Pada bulan Jumadil Awal tahun 8 H, sebanyak 3000 tentatara Muslim melakukan ekspansi ke wilayah Mut’ah. Ini juga masuk dalam peristiwa dibunuhna utusan Nabi yaitu Harits bin Umair ke Bashrah.
Dalam perjalanan ia dihadang oleh Syurahbil bin Amr al-Ghassani, pemimpin al-Balqa’ di wilayah Syam di bawah pemeritahan kaisar Romawi. Harits dibawa ke hadapan kaisar dan dipenggal kepalanya. Meski antara perang Mut’ah dan Pembebasan Al-Aqsha terhitung lama, tapi jarak keduanya hanya menempuh jarak 88 km.
Gerbang menuju Al-Aqsha.
Pada saat pasukan kaum Muslimin melintasi Tabuk dan tidak berniat untuk perang, namun memberinkan sebuah tanda-tanda pada Romawi bahwa umat Islam telah menjangkau wilayah terdekat menuju Palestina. Jarak antara Tabuk ke Al-Quds sekitar 397km.
Menjelang wafatnya pasukan yang diutus Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menuju ke arah Syam, yakni pasukan Usamah. Pasukan ini dikirim menyusul dibunuhnya utusan Nabi, Farwah bin Amr al-Judzami.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat seorang anak muda bernama Usama bin Zaid untuk mempimpin pasukan tersebut. Ia berangkat bulan shafar pada 11 H, beberapa hari sebelum Rasulullah wafat. Keberangkatan pasukan ini tak lepas dari tekadnya untuk membebaskan Al-Aqsha.
Kemudian setelah wafatnya Rasulullah, Abu Bakar mengambil langkah untuk melanjutkannya, meski sempat tak disetujui kaum Muslimin, namun Abu Bakar tetap tegas untuk mengirim kembali pasukan Usamah yang sempat ditarik mundur.
Ini juga merupakan bagian dari metode Abu Bakar untuk memelihara semangat dan terus menghidupkan spirit pembebasan Al-Aqsha. Tujuan pemberangkatan itu jelas ke arah utara yakni Masjidil Aqsha.
Pada detik-detik menjelang wafatnya Abu Bakar, ia sempat memerintahkan sebuah pasukan besar dalam sejarah Islam untuk melawan pasukan Romawi, yang dikenal dengan perang Yarmurk. Perang Yarmurk berkecamuk di lokasi yang hanya berjarak sekitar 170 km menuju Al-Aqsha. Perang Yarmurk pun dimenangkan oleh umat Islam di periode Umar bin Khaththab. Dari peristiwa ini pula yang menjadi gerbang menuju pembebasan Al-Quds.
Setelah melalui perjuangan panjang, pasukan Romawi meninggalkan sebagian wilayah Syam. Baitul Maqdis jatuh ke pangkuan Islam pada tahun 16 H. Umar bin Khaththab sendiri yang datang ke masjidil Aqsha untuk serah terima tanah suci itu dari Patriark Sophronius yang dulu posisinya sebagai pejabat umat Kristiani.