KH. Bachtiar Nasir

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS Al-Kautsar ayat 1-3).
Suatu hari di Madinah yang tenang, tetiba mendadak ramai manakala kafilah dagang Abdurrahman bin Auf memasuki kota. Salah seorang dari sahabat utama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut, telah kembali dari perjalanan dagangnya dan membawa 700 unta lengkap dengan barang bawaannya.
Ummul Mukmin Aisyah ra yang saat itu sedang menyampaikan hadist-hadist Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam teringat hadist yang pernah disampaikan Rasulullah tentang Abdurrahaman bin Auf.
Aisyah berkata, “Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat nanti. Aku pernah mendengar Rasul bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf akan masuk surga sambil merangkak.”
Mendengar hal tersebut, seorang sahabat berlari kencang mencari Abdurrahman bin Auf untuk menyampaikan kabar gembira itu. Hingga akhirnya Abdurahman bin Auf menemui Aisyah ra dan bertanya “Wahai Ibunda, apakah Ibunda mendengar sendiri ucapan itu dari Rasulullah?” Jawab Aisyah, “Ya, aku mendengar sendiri.”
Mendengar hal tersebut, Abdurrahman bin Auf kegirangan sambil berkata, “Wahai Ibunda, saksikanlah, seluruh unta lengkap dengan barang dagangan di punggungnya masing-masing, aku dermakan untuk fisabilillah.”
Dalam cerita tersebut, digambarkan bahwa Abdurrahman bin Auf merangkak memasuki surga. Sesungguhnya itu terjadi bukan karena sulitnya beliau memasuki surga. Sebaliknya, ia sangat dekat dengan surga, sehingga ia tak perlu lagi berjalan, hanya perlu merangkak saja.
Itulah Abdurrahman bin Auf , sosok sahabat Nabi yang selalu siap mengorbankan apa yang dicintainya demi berjuang mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla.
Ibadah Terbaik
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar ayat 2).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa makna dari ayat 2 surat Al-Kautsar ini adalah, “ Sebagaimana Kami telah memberikan kepada nikmat dan kebaikan yang banyak di dunia dan akhirat nanti, maka ikhlaskanlah shalat yang wajib yang sunah untuk engkau dirikan hanya karena Allah Azza wa Jalla. Serta berqurbanlah untuk Tuhanmu semata. Beribadahlah hanya karena Dia dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan berkurbanlah hanya dengan menyebut nama-Nya, bukan yang lain.”
Mengapa fashalli lirabbika dan bukan lillahi Ta’ala? Karena shalat dikaitkan dengan ibadah lain yang tak kalah agung. Shalat adalah ibadah yang agung, begitu juga dengan qurban.
Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa dengan ayat ini, Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk menyandingkan dua ibadah yang agung dalam satu waktu. Yaitu shalat dan berqurban.
Kata Wanhar biasanya dalam bahasa Arab hanya digunakan untuk menyembelih unta. Sedangkan untuk yang lain, biasanya digunakan kata dzabah. Khusus untuk digunakan kata wanhar. Dari semua jenis hewan qurban, maka yang terbaik tentu adalah unta. Harga seekor sapi yang biasanya ditanggung oleh tujuh orang, sebenarnya dikonversi dari harga unta. Walau tentu saja, harga sapi yang terbaik dengan harga unta yang terbaik tidaklah sama.
Apa artinya? Kedua ibadah yang disebutkan di ayat ini adalah ibadah-ibadah terbaik. Ada orang-orang terbaik yang bila melakukan ibadah maka ia akan melakukan yang terbaik. Tak hanya terpuji, tetapi yang terbaik. Dari sekian banyak pilihan perilaku yang baik, orang-orang yang mencari ridha Allah Ta’ala akan selalu mencari yang tertinggi, termulia, dan yang terhebat dari semua yang bisa dipilihnya.

Tangga Menuju Syahid
Hidup di dunia ini hanya sekali. Mati pun hanya sekali. Jangan sampai kita mati seperti daun-daun kering yang akhirnya hanya menjadi kompos. Orang-orang besar senantiasa berpikir untuk melakukan hal-hal besar. Jika ingin menjadi orang-orang istimewa. Kita belum sampai pada puncak Islam yaitu mati syahid di jalan Allah Azza wa Jalla. Sebab, salah satu indikator orang munafiq adalah tidak memiliki keinginan untuk mati syahid di jalan Allah.
Untuk bisa sampai kepada puncak ketinggian tekad menjadi seorang syahid, ada tahap yang mesti dilakukan oleh seorang Mu’min. Yaitu “menyembelih kebinatangan” yang ada di dalam dirinya.
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS At-Taubah ayat 41).
Untuk bisa memberangkatkan diri dan berjihad dengan harta dan segala yang dimiliki inilah, seorang Mu’min harus bisa “menyembelih unsur kebinatangan yang ada di dalam dirinya”. Sehingga ia bisa dapat memberangkatkan dirinya dengan tulus di jalan Allah. Menyembelih kebinatangan inilah yang merupakan esensi dari menyembelih seekor binatang kurban.
Seperti apa pun kondisi kita saat ini, berikanlah yang terbaik dari apa yang kita miliki untuk berkurban. Meski harus menabung sedikit demi sedikit.
Jangan sampai kita lemah dengan segala keterbatasan dan ketakutan yang ada di dalam diri kita. Apalagi kalau kita berkemampuan. Jangan pernah surut dari cira-cita kita untuk menjemput syahadah di jalan-Nya. Di waktu yang tepat ini, mari memulai perjalanan menuju syahid itu dengan menumpahkan darah hewan kurban di hari Iduladha dan tasyrik.
Seberapa banyak pun utang yang kita miliki, akan Allah lunasi sebanyak bulu hewan qurban yang disembelih. Seberat apa pun masalah yang kita hadapi, Allah Ta’ala akan selesaikan dan ampuni dosa-dosa kita, sebanyak bulu qurban yang dikorbankan.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash-Shafaat ayat 102).
Semoga kita dimampukan seperti seorang Ismail yang begitu sabar dalam menjalani perintah Allah Ta’ala, seperti apa pun kondisi kita. Memikirkan apa yang sedang kita hadapi, itu manusiawi. Namun, jangan lupa bahwa manusiawi juga berarti melibatkan unsur “kebinatangan” yang ada dalam diri kita. Unsur yang sengaja dikibaskan oleh setan, agar kita menjauh dari perintah Allah Swt.
Semoga Allah Ta’ala berkenan memberikan kita perlindungan dan kesabaran dalam menjalankan perintah-Nya, sehingga kita mampu “menyembelihnya” dengan mempersembahkan qurban terbaik.*
sumber : https://bachtiarnasir.com/tadabbur/kurban-pilar-kesabaran-dan-keagungan/