
Mukaddimah
Di dalam Surah Al-‘Adiyat ini mencangkup mengenai beberapa hal. Pertama, mengkisahkan tentang kedahsyatan kuda-kuda yang digunakan untuk berjihad di pagi hari dan kegagahan penunggangnya yang menyerang musuh tanpa mengenal rasa takut. Kedua, manusia yang sedikit sekali memiliki rasa syukur dan mereka (manusia) seringkali terjangkiti penyakit (cinta berlebih kepada dunia). Ketiga, Allah Yang Maha Mengetahui, maka dapat mengetahui rahasia yang tersimpan di dalam masing-masing dada manusia. Keempat, Hari pembalasan.
Asbabun Nuzul
Al-Bazzar, Ibn Abi Hakim, dan Al-Hakim meriwayatkan dari Ibn Abbas ra dan dia berkata, “Suatu ketika, Rasulullah saw. mengirim suatu pasukan. Akan tetapi, sampai sebulan kemudian, beliau tidak mendapat informasi tentang keadaan pasukan tersebut, setelah itu, turunlah ayat ini, “Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah.” (QS. Al-‘Adiyat: 1).
Tema Surah
Manusia yang berlebihan dalam mencintai harta dunia
Ayat & Terjemah

Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah, (1) dan kuda yang memercikan bung api (dengan pukulan kuku kakinya), (2) dan kuda yang menyerah (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi, (3) sehingga menebarkan debu, (4) lalu menyerbu ke tengah-tengah musuh, (5) sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak bersyukur) kepada Tuhannya, (6) dan sesungguhnya dia (manusia) menyaksikan (mengakui) keingkarannya, (7) dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan. (8) Maka tidakkah dia mengetahui apabila apa yang di dlam kubur dikeluarkan, (9) dan apa yang tersimpan di dalam dada dilahirkan? (10) Sungguh, Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui terhadap keadaan mereka. (11)
Tafsir Ringkas (Al-Azhar)
Ayat 1
“Demi yang berlari kencang terengah-engah.” (ayat 1)
Dalam penyerbuan mengejar musuh yang hebat dahsyat itu kelihatanlah bagaimana pentingnya angkatan berkuda (Cavalerie). Kuda-kuda itu dipacu dengan penuh semangat oleh para prajurit, sehingga dia berlari kencang sampai mendua. Artinya sudah sama derap kaki depan dan belakang, bukan lagi menderap. Sehingga berpadulah semangat yang mengendarai dengan semangat kuda itu sendiri; kedengaran dari sangat kencang dan jauh larinya, napasnya jadi terengah, namun dia tidak menyatakan payah, bahkan masih mau dihalau lagi.
Ayat 2
“Yang memancarkan api.” (ayat 2)
Dalam lari yang sangat kencang itu, terutama di waktu dinihari kelihatanlah memancar api dari ladamnya ketika terantuk jalan keras.
Ayat 3
“Yang menyerang di waktu Shubuh.” (ayat 3)
Yaitu di waktu musuh sedang lengah atau lalai atau mengantuk, sehingga angkatan perang itu datang dengan tiba-tiba laksana dijatuhkan dari langit.
Ayat 4
“Yang membangkitkan padanya yaitu pada waktu Shubuh itu “debu-duli.” (ayat 4)
Biasanya di waktu Shubuh, embun masih membasahi bumi. Barulah embun akan hilang setelah matahari naik. Tetapi oleh karena hebat penyerangan angkatan perang berkuda itu, karena kencang lari kuda-kudanya, yang menerbitkan cetusan api karena pergeseran ladamnya dengan batu, debu-debu duli pun naiklah ke udara. Sehingga berkabutlah tempat itu, tidak ada yang kelihatan lagi, menyebabkan orang merasa kebingungan.
Ayat 5
“Yang menyerbu ke tengah kumpulan.” (ayat 5)
Maksudnya, kumpulan musuh.
Dengan lima ayat itu, dengan bahasa yang indah, bahasa Allah sendiri, digambarkanlah betapa hebatnya penyerangan dan penyerbuan dengan kuda. Dan dengan sendirinya ayat ini memberikan penghargaan yang amat tinggi kepada kuda di medan perang, yang dinamai Khail Malahan di dalam surah al-Anfaal, ayat 60, ada suruhan yang terang dan tegas kepada mujahidin Islam agar mencukupkan persediaan alat perang; di antaranya ialah kuda (khail) agar tidak ketinggalan. Dan di dalam perang yang telah modern sekarang ini pun, dengan tank-tank berlapis baja, angkatan perang berkuda masih tetap dipandang penting.
Ayat 6
“Sesungguhnya manusia terhadap Tuhannya tidaklah berterima kasih.” (ayat 6)
Arti Kanuud ialah tidak berterima kasih, melupakan jasa. Berapa saja nikmat yang diberikan Allah, dia tidak merasa puas dengan yang telah ada itu, bahkan masih meminta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa cukup dan kenyang; yang ada tidak disyukurinya, bahkan dia mengomel mengapa sedikit; dan yang datang terlebih dahulu dilupakannya.
Ayat 7
“Dan sesungguhnya dia, atas yang demikian itu, adalah menyaksikan sendiri.” (ayat 7)
Artinya, bahwasanya tingkah laku dan sikap hidup orang yang tidak berterima kasih kepada Allah itu mudah saja diketahui oleh orang lain, karena orang yang begitu tidaklah dapat menyembunyikan perangainya yang buruk itu.
Ayat 8
“Dan sesungguhnya dia, karena cintanya kepada harta, adalah terlalu.” (ayat 8)
Yang dimaksud dengan terlalu di sini ialah sangat bakhil. Mana yang telah masuk tidak boleh keluar lagi. Takut didekati orang karena takut akan dimintai. Sampai kadang-kadang manis mulutnya kepada orang sampai caranya memburuk-burukkan diri supaya jangan diketahui bahwa dia kaya, Semuanya itu adalah menunjukkan ciri-ciri orang bakhil. Yang sangat padanya ialah mementingkan diri sendiri, lemah dalam hubungan kepada Allah dan kepada sesama manusia.
Ayat 9
“Apakah dia tidak tahu?” (pangkal ayat 9)
Apakah tidak sampai kepadanya pengajaran yang disampaikan oleh Rasul, bahwa hidup ini bukan hanya di dunia ini saja? Dan setelah manusia mati, harta bendanya itu tidak akan dibawa? Malahan kelak akan tiba masanya.
“Apabila dibongkar apa yang ada dalam kubur?” (ujung ayat 9)
Artinya bahwa semua makhluk yang telah mati akan dibangkitkan kembali dari kuburnya karena akan dihisab, karena akan diperhitungkan amalan yang telah dibawanya untuk hidupnya di akhirat. Dan akan ditanyai dari mana didapatnya hartanya yang banyak dan dipertahankannya mati-matian sampai menjadi bakhil itu, dan ke mana dibelanjakannya?
Ayat 10
“Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada-dada?” (ayat 10)
Maka segala rahasia yang tersembunyi selama hidup dahulu, entah harta benda yang banyak itu didapat dari menipu, mencuri, berbohong, laku curang, korupsi, manipulasi, semuanya akan terbongkar, sehingga jatuh hinalah diri di hadapan khalayak ramai di Padang Mahsyar.
Ayat 11
“Sesungguhnya Tuhan mereka, terhadap mereka, di hari itu adalah amat mengetahui.” (ayat 11)
Tidaklah dapat berbohong lagi, atau bersenda-gurau dan main-main (lahwun wa la’ibun) seperti di dunia, karena semua rahasia sudah ada di tangan Allah.
Munasabah Ayat
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui jalur Ja’far ibnuz Zubair, tetapi dia orangnya tidak terpakai hadisnya, dan sanad hadits ini lemah. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui hadits Hirriz ibnu USmam, dari Hamzah ibnu Hani’, dari Abu Umamah secara mauquf. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya. (Al-‘Adiyat: 7) Qatadah dan Sufyan Ats-Tsauri mengatakan bahwa sesungguhnya Allah benar-benar menyaksikan hal tersebut.
Dapat pula ditakwilkan bahwa damir yang ada merujuk kepada manusia, ini menurut Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi. Dengan demikian, berarti maknanya ialah sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri (mengakui) akan keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya, yakni terlihat jelas hal itu dari ucapan dan perbuatannya, sebagaimanayangdisebutkan dalam firman-Nya: Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. (At-Taubah: 17)
Kolerasi Dengan Hadis
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Al-A’masy, dari Ibrahim, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. (Al-‘Adiyat: l) Yaitu unta; menurut Ali disebutkan unta, dan menurut Ibnu Abbas disebutkan kuda. Dan ketika apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas itu sampai ke telinga Ali, maka ia berkata, “Dalam Perang Badar kami tidak memiliki kuda.” Ibnu Abbas menjawab, bahwa sesungguhnya hal tersebut hanyalah berkenaan dengan pasukan khusus yang dikirimnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, dari Abu Mu’awiyah Al-Bajali, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan kepadanya bahwa ketika aku sedang berada di Hijir Isma’il, tiba-tiba datanglah kepadaku seorang lelaki yang bertanya mengenai makna firman-Nya: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. (Al-‘Adiyat: 1) Maka aku menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah kuda ketika digunakan untuk menyerang di jalan Allah, kemudian di malam hari diistirahatkan dan mereka membuat makanan (memasak makanan)nya, dan untuk itulah maka mereka menyalakan api (dapur)nya buat masak.
Setelah itu lelaki tersebut pergi meninggalkan diriku menuju ke tempat Ali berada, yang saat itu berada di tempat minum air zamzam (dekat sumur zamzam). Lalu lelaki itu menanyakan kepada Ali makna ayat tersebut, tetapi Ali balik bertanya, “Apakah engkau pernah menanyakannya kepada seseorang sebelumku?” Lelaki itu menjawab, “Ya, aku telah menanyakannya kepada Ibnu Abbas, dan ia mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah kuda ketika menyerang di jalan Allah.” Ali berkata, “Pergilah dan panggillah dia untuk menghadap kepadaku.” Ketika Ibnu Abbas telah berada di hadapan Ali, maka Ali berkata, “Apakah engkau memberi fatwa kepada manusia dengan sesuatu yang tiada pengetahuan bagimu mengenainya.
Demi Allah, sesungguhnya ketika mula-mula perang terjadi di masa Islam (yaitu Perang Badar), tiada pada kami pasukan berkuda kecuali hanya dua ekor kuda. Yang satu milik Az-Zubair dan yang lainnya milik Al-Miqdad. Maka mana mungkin yang dimaksud dengan al-‘adiyati dabhan adalah kuda. Sesungguhnya yang dimaksud dengan al-‘adiyati dabhan ialah bila berlari dari ‘Arafah ke Muzdalifah dan dari Muzdalifah ke Mina.” Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu ia mencabut ucapannya itu dan mengikuti pendapat yang dikatakan oleh Ali Dan berdasarkan sanad ini dari Ibnu Abbas dapat disebutkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan bahwa menurut Ali, al-‘adiyati dabhan bila jarak yang ditempuhnya dari ‘Arafah ke Muzdalifah; dan apabila mereka beristirahat di Muzdalifah, maka mereka menyalakan apinya (untuk memasak makanannya).
Inti Pesan
Arti kanud di dalam surah ini adalah melupakan jasa atau tidak berterima kasih (bakhil). Yakni manusia tidak pernah merasa puas dalam memenuhi dahaga nafsunya
Pesan-Pesan Utama
- Orang-orang yang berjihad tidak mengenal rasa takut dan mereka hanya mengharapkan keridhaan dari Tuhannya
- Perbanyaklah rasa syukur
- Kecintaan yang berlebih terhadap harta membuat manusia menjadi bakhil
- Hari hisab itu benar-benar nyata adanya
- Sesungguhnya Allah Maha apa yang ada di dalam dada-dada meski itu disembunyikan
- Sehingga di hari akhir kelak tidak ada lagi yang dapat berbohong atau mengelak
Hikmah & Pencerahan
Mindset
- Kesadaran akan kekuasaan Allah swt. hal ini membuat kita lebih sadar bahwa manusia lemah tanpa adanya pertolongan dari Allah swt
- Orang yang tidak pernah bersyukur atas pemberian karunia dari Allah swt akan membuatnya menjadi bakhil
- Tidak ada yang dapat disembunyikan dari Allah swt. karna Allah Yang Maha Mengetahui
- Semua manusia yang telah menemui ajalnya (kematian) di kemudian hari akan dibangkitkan untuk dihisab dan dimintai pertanggung jawaban semasa ia hidup di dunia
Atitude
- Jauhilah rasa tidak berterima kasih dan perbanyaklah untuk selalu bersyukur atas segala pemberian karunia yang Allah berikan
- Berbohong tidak akan menyelamat si empunya, karna Allah pasti mengetahinya meskipun itu dirahasiakan
- Hendaklah jika berjihad hanya meniatkan murni atas perintah Allah dan Rasul-Nya
- Tidak elok menempatkan harta dunia di dalam hati
Behavior
Iman
- Meyakini Allah Maha Melihat apa yang kita perbuat di dunia
- Meyakini Allah Maha Mengetahui meskipun hal tersebut disembunyikan
- Meyakini adanya hari pembalasan, oleh sebab itu hendaknya mempersiapkan diri dalam menghadapi hal yang demikian
Amal
- Jauhilah sifat kikir dan jumawa tidak tahu berterima kasih
- Jauhilah hal-hal yang dapat mencederai iman kita
- Kerjakanlah sesuatu yang dapat mendatangkan kebaikan
Dakwah
- Mengajak orang lain untuk menghindari sifat kikir
- Mengajak orang lain untuk melakukan hal-hal takwa agar dapat menambah iman
SUMBER:
Abdul Hayyie. (2021). Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an
Buya Hamka. Tafsir Al-Azhar: Juz Amma
Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir