cropped-Desain_tanpa_judul__21_-removebg-preview-1.png

Macam-Macam Puasa (Sunah, Haram, dan Makruh)

Puasa merupakan satu-satunya ibadah yang ganjarannya langsung diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya, “Semua amalan manusia adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan memberikan pahalanya. Dan puasa adalah perisai.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Puasa Sunah

Sunah atau tathawwu’ adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan ibadah yang tidak diwajibkan. Puasa ini pula dilaksanakan sebagai suatu perbuatan inisiatif, untuk menjadikan sebuah amalan kebaikan tambahan. Tapi harus sesuai dengan yang disunahkan Rasulullah tidak boleh inisiatif mengerjakan dan tidak ada dalil yang menjelaskan.

  1. Puasa Arafah
    Dilaksanakan pada hari-9 bulan Dzulhijjah. Bagi yang berpuasa akan dihapuskan dosanya setahun yang lalu dan yang akan datang, hal ini bertepatan ketika ada seseorang yang menanyakan kepada Rasulullah saw., sahabat Qotadah meriwayatkan dan berkata, “Puasa Arafah akan menghapuskan dosa-dosa pada tahun yang lalu dan yang akan datang.”

    Tetapi bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan posisinya berada di wukuf padang Arafah, ia dianjurkan agar tidak berpuasa. Hal ini berdasarkan Ummul Fadhl binti al-Harits r.a berkata, “Terdapat perbedaan riwayat tentang situasi Rasulullah ketika wukuf di Arafah. Ada yang mengatakan beliau sedang berpuasa, sebagian yang lain mengatakan beliau tidak berpuasa. Lalu aku membawakan Rasulullah saw semangkuk susu, dan beliau tengah berada di untanya di padang Arafah, lalu Rasulullah saw meminumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
    Disunnahkan bagi yang ingin melaksanakannya pada tanggal 8 Dzhulhijjah, yakni bertepan sebelum hari Arafah.
  2. Puasa Enam Hari di Bulan Syawwal
    Disunnahkan bagi orang yang telah menunaikan puasa Ramadhan ia menyempurnakannya lagi sebanyak enam hari di bulan Syawwal. keutamaan ini disebutkan oleh sahabat Abu Ayub al-Anshari, saat Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian ia lanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan ia (tengah) berpuasa satu tahun penuh.” (HR. Muslim). Puasa ini lebih utama dilaksakan secara berurutan, namun jika dilaksanakan tidak berurutan, tak mengapa.
  3. Puasa Pada Hari Asyura dan Tasu’a
    Puasa ini dilaksanakan pada hari ke-10 di bulan Muharram, dan Tasu’a di hari ke-9 pada bulan Muharram juga. Untuk memotivasi agar semangat berpuasa, “Puasa hari Asyura akan mengapuskan dosa di tahun lalu.” (HR. Muslim).

    Bagaimana dengan orang yang tidak berkesempatan melaksanakan di hari ke-9 dan 10? maka dapat melakukannya di hari-11 Muharram. Hal ini untuk membedakan umat Muslim dengan orang Yahudi. Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda., ” Berpuasalah pada hari Asyura, berbedalah dengan orang-orang Yahudi, Berpuasalah satu hari sebelum hari Asyura dan satu hari setelah Asyura.” (HR. Ahmad).

    Di antara hikmahnya adalah agar menyambung hari Asyura dengan satu hari berikutnya, sehingga menyelisihi orang-orang Yahudi.
  4. Puasa Ayyamul Bidh
    Puasa Ayyamul Bidh dilaksanakan setiap pertengahan bulan yaitu 13, 14 dan 15. Dinamakan dengan hari putih, karena malam harinya bulan keliatan sempurna (purnama) dan kelihatan berwarna putih.

    Sahabat Qatadah mengatakan bahwa Rasulullah saw memerintahkan untuk berpuasa di hari putih, pada tanggal 13, 14 dan 15, “Berpuasalah di hari-hari itu seperti puasa satu tahun penuh.” (HR. Abu Daud).
  5. Puasa Senin Kamis
    Rasulullah saw sangat menekankan umatnnya agar berpuasa di hari senin dan kamis sebab amalan-amalan kebaikan pada hari itu sedang diperlihatkan, “Sesungguhnya amalan-amalan manusia akan diperlihatkan pada hari Senin dan Hari Kamis.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud dan An-Nasa’).

    Ada juga redaksi yang disampaikan oleh Abu Hurairah, “Amalan-amalan manusia diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis, maka aku ingin ketika amalanku diperlihatkan, aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Abu Daud).

Puasa Yang Diharamkan

Puasa yang diharamkan yaitu yang tidak dianjurkan sama sekali bahkan puasa pada waktu tersebut dilarang oleh Rasulullah saw.

  1. Puasa Pada Hari Raya Idhul Fitri dan Idhul Adha
    Diharamkan puasa pada hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha lantaran bersesuain dengan sampaikan oleh Abu Sa’id al-Khudri, “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang berpuasa di dua hari, hari raya Idhul Fitri dan hari raya Idhul Adha.” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Sebab terdapat hikmah dari pelarang untuk berpuasa di dua hari raya tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah saw., sahabat Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang berpuasa pada dua hari raya ini. Karena pada hari Idhul Adha itu, kalian memakan daging hewan qurban kalian. Adapun pada hari raya Idhul Fitri karena hari itu adalah hari berbukanya kalian dari puasa kalian.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud).
  2. Puasa Pada Hari Tasyriq
    Hari Tasyriq jika dipenanggalan bertepatan pada tiga hari setelah hari raya Idhul Adha. Nama lainnya ialah Hari Mina, karena jamaah haji di hari itu berdiam di Mina. Sementara dinamakan hari Tasyriq karena jamaah haji mentasyriqkan daging-daging hewan qurban dan hadyu yakni membentangkannya dan mengeringkannya. Berpuasa di hari Tasyrik diharamkan sebab tidak ada tuntutan yang membolehkannya untuk berpuasa di hari itu. Sahabat Nubaisyah al-Hadzali ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Hari Tasyrik adalah hari makan dan minum serta berdzikir kepada Allah swt.” (HR. Muslim).

    Seperti yang difirmankan Allah swt, “Dan berdzikirlah kepada Allah swt pada hari yang telah ditentukan jumhlahnya. Barangsiapa mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, maka tidak ada dosa baginya. Dan barangsiapa mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 203).
  3. Berpuasa Pada Hari Syak (ragu)
    Hari ini diperkirakan hari ke-30 di bulan Sya’ban. Hal ini dapat terjadi jika ada satu orang yang melihat hilal, tapi tidak ada bukti yang dapat menguatkannya bahwa telah melihat hilal. Namun orang yang terpercaya mengklaim telah melihat hilal, jika tidak ada yang mengkalim lagi melihat hilal selainnya, maka tanggal 30 Sya’ban bukanlah termasuk hari Syak (ragu).

    Dikatakan ragu (syak) karena itu bukanlah termasuk bulan Ramadhan. Hal tersebut sesuai dengan hadis Ammar ra berkata, “Siapa yang berpuasa di hari Syak berarti iua telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rasulullah). Dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda, “Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal. Jika ada yang menghalangi pandangan kalian maka sempurnakanlah bilangannya. Dan janganlah kalian dahulukan bulan Ramadhan.” (HR. An-Nasa’i).

    Jika ada seseorang berpuasa pada tanggal yang demikian tidak diperbolehkank kecuali ada suatu udzur yang mengharuskannya untuk berpuasa. Seperti ia ingin mengqadha puasa Ramadhan dan hanya hari syak yang tersisa, ia harus mengqadha pada hari itu, karna alesan waktunya telah sempit. Atau ia memiliki kebiasaan melaksanakan puasa sunnah seperti puasa Nabi Daud, atau puasa Senin-Kamis, atau jika ingin menyambungkan puasa yang dimulai sejak bulan Sya’ban, puasanya terhitung sah.

    Dalilnya dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian mendahulukan Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari, kecuali jika puasanya bertepatan dengan puasa yang biasa kalian lakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  4. Puasa Pada Pertengahan Kedua Bulan Sya’ban
    Diharamkan untuk mengkhuskan berpuasa di pertengahan bulan Sya’ban. Di redaksi lain mengatakan bahwa puasa tersebut dihukumi makruh. Sahabat Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Apabila bulan Sya’ban sudah dipertengahan, janganlah kalian berpuasa.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
  5. Puasa Seorang Istri yang Suaminya Ada di Rumah
    Ketika seorang istri berpuasa di rumahnya diluar izin kepada suaminya, maka puasanya haram. Sahabat Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw, “Tidak dihalalkan bagi seorang istri untuk berpuasa, sedangkan suaminya ada di rumah kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari).

    Hak seorang suami lebih utama bagi seorang istri, sehingga tidak boleh ditinggalkan untuk mengerjakan perkara sunah. Jika memaksa tetap berpuasa, puasanya dihukumi sah, tetapi itu diharamkan.
  6. Puasa Selain Puasa Ramadhan Pada Bulan Ramadhan
    Tidak diperbolehkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan selain puasa Ramadhan. Tidak juga dengan berniat selain puasa Ramadhan di bulan Ramadhan seperti diniatkan untuk puasa qadha, nadzar, kafarat, atau sunah di bulan Ramadhan. Dan tidak sah pula puasa Ramadhannya bila tidak diniatkan.

Puasa yang Dimakruhkan

Puasa yang dimakruhkan ialah puasa yang sama sekali tidak dianjurkan, tetapi dianjurkan untuk meninggalkannya. Apalagi untuk mendawamkannya.

  1. Mendawamkan Puasa di Hari Jum’at

    Dimakruhkannya sebab hari Jum’at adalah hari untuk berdo’a (waktu yang maqbul), berdzikir dan beribadah. Disunahkan juga pada hari Jum’at untuk memperbanyak shalawat atas Rasulullah saw., ada yang berpendapat sebab dimakruhkannya karena hari Jum’at merupakan hari raya dan hari untuk makan agar tidak lemah saat menghadiri shalat Jum’at dan ketika sedang berdo’a, jika menyelingi berpuasa di hari sebelumnya atau sesudahnya, maka berpuasa di hari Jum’at tidak dihukumi makruh, Sahabat Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian berpuasa di hari Jum’at kecuali berpuasa sebelumnya dan setelahnya.” (HR. Bukhari).

    Ada juga redaksi lain Sahabat Juwair al-Harits dari umul Mukminin ra berkata, “Sesungguhnya Nabi saw, masuk ke rumahnya, dan ia sedang berpuasa. Lalu Nabi saw bertanya, “Apakah kamu kemarin berpuasa?” Juwair menjawab, “Tidak.” Rasulullah saw bertanya lagi, “Apakah kamu akan berpuasa esok hari?” Juwair menjawab, “Tidak.” Rasulullah berkata, “Jika seperti itu, batalkanlah puasamu hari ini.”

    Dalam redaksi lainnya lagi, sahabat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian khususkan malam Jum’at dengan shalat malam, dan janganlah kalian khususkan hari Jum’at untuk berpuasa, kecuali jika puasanya bertepatan dengan puasa yang biasa kalian lakukan.” (HR. Muslim).
  2. Dimakruhkan Puasa Hari Sabtu dan Hari Ahad
    Puasa di hari Sabtu tidak diperbolehkan kecuali jika hari Sabtu ini bertepatan dengan puasa yang difardhukan, “Janganlah kalian berpuasa di hari Sabtu, kecuali puasa yang difardhukan oleh Allah swt kepada kalian.” Larangan ini diturunkan sebab, orang Yahudi memuliakan hari tersebut. Sedangkan di hari Ahad, orang Nasrani membesarkan hari itu. Kendati kedua hari itu disambungkan maka tidak dimakruhkan. Ummu Salamah berkata, “Sesungguhnya hari yang paling banyak Rasulullah saw berpuasa adalah hari Sabtu dan hari Ahad, dan beliau bersabda, “Sesungguhnya kedua hari iut adalah hari raya orang-orang Musyrik. Dan aku ingin di hari itu berbeda dengan mereka.”
  3. Puasa Setahun
    Puasa ini biasa dilakukan seseorang yang menyambung puasanya hari demi hari tanpa berhenti kecuali pada hari-hari yang tidak diperbolehkan berpuasa karena ada nash-nash yang melarangnya. Oleh sebab dikhawatirkan orang tersebut melalaikan hak orang lain, maka hal itu dimakruhkan.

SUMBER:
Muhammad az-Zuhaili. (2018). Al-Mu’tamad Fiqih Imam Asy-Syafi’i

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scan the code