Nama lengkap Shalahuddin al-Ayyubi ialah Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin Ya’qub al-Duwiniy, al-Tirkity. Yusuf bin Najmuddin lantas memiliki satu nama kunyag, yakni Abu Mudhaffar dan beberapa laqab, yaitu: Hslah al-Din, al-Malik al-Nasir, al-Sulthan al-Kabir, serta penguasa Mesir, Syam, Irak dan Yaman. Oleh karenanya ia kemudian lebih dikenal dengan Shalahuddin atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan Saladin. Beliau lahir pada tahun 532 H atau 1137 M di Benteng Tikrit Ketika ayahnya, Najmuddin Ayyub, menjadi penguasa di Benteng tersebut.
Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi adalah pendiri Dinasti Ayubiyah di Mesir. Ia merupakan panglima kaum Muslim, beliau juga menjadi bukti tentang kebenaran hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Al-Quds akan dibebaskan oleh tentara yang terbaik di antara tentara-tentara,” (HR. Ahmad, 4/355), yang berhasil juga dalam memenangi peperangan melawan bangsa Romawi yang disebut dengan peristiwa Perang Salib. Orang Eropa mengenalnya dengan sebutan Saladin.
Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi adalah putra Najmuddin bin Ayyub, seorang keturunan suku Kurdi yang berasal dari Azebaijan. Ia ditunjuk Nuruddin Zangi, gubernur Suriah, sebagai pemimpin garnisun di Baalbek.
Lika-liku kehidupan Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi dipenuhi dengan perjuangan dan peperangan. Beranekaragam peperangan ia pun ikut andil di dalamnya, kadangkali hanya upaya meredam suasana panas yang dimunculkan oleh para pemberontak dalam negeri yang dilakukan oleh gerakan pengacau keamanan dan makar, dan ada pula momen di mana melawan pasukan Salib (Perang Salib) yang berusaha menguasai dunia Islam dan merampas haknya dengan penuh kekejaman.
Kekuasaan Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi yang semakin meluas dikarenakan invansi damai dan wibawanya yang semakin dikenal di kalangan luas, ternyata memicu kekhawatiran pada hati orang-orang Kristen Franka, nenek moyang dari pada bangsa Perancis modern yang menguasai daerah Bizantium.
Terjadinya perang antara tentara Islam dan tentara Salib, bukan disebabkan akibat dari gesekan yang kian memanas, tetapi perjanjian damai yang seringkali dilanggar oleh tentara Salib. Oleh karenanya, al-Ayyubi membentuk pasukan yang dikirimnya untuk melawan pasukan Salib. Pertama kali terjadi perang dengan Amalric I, raja Yerusalem.
Kemudian disusul berperangan dengan Raja Baldwin IV (putra Almaric I) dan kemudiannya lagi dengan Raynald de Chatillon (penguasa benteng Karak, sebelah timur Laut Mati). Masih kemudiannya lagi ia berperang dengan Raja Baldwin V sehingga seperti Tiberias, Nasirah, Samaria, Sidon, Beirut, Batrun, Akka, Ramulah, Gaza, Hebron, Baitul Maqdis, Bat Lahn, Busniayah, dan Gunung Zaitun, jatuh ke tangannya pada 583 H atau 1187 M.
Setelah berhasil menguasai atas kemenangannya, al-Ayyubi membangun sekolah, rumah sakit, dan merestorasi Masjid al-Aqsa serta kubah batu. Salib-salib yang berserakan terpajang di sepanjang bangunan kemudian diringkus segera dan bangunan yang dahulu digunakan untuk beribadah orang Kristen dibersihkan dan diubahnya menjadi masjid-masjid.
Setelah Baitul Maqdis dikuasai al-Ayyubi, Paus Gregorius mengumandangkan Perang Salib yang disambut oleh raja dan masyarakat Eropa. Perang ini dilanjutkan oleh Clement III, pengganti Gregorius.
Raja Phili II (raja Perancis) dan Raja Richard I (raja Inggris) langsung mengambil alih pasukan, yang sebelumnya dipimpin oleh Raja Wiliam dari Sicilia. Banyak penguasa lain yang tertarik untuk bergabung dalam pasukan Salib, seperti Raja Guy de Lusignan, Pangeran Montferrat, dan Ratu Sybil.
Peperangan melawan pasukan Salib membutuhkan persiapan yang matang, energi yang besar amunisi yang memadai, kelihaian dalam membuat strategi dan yang tidak kalah pentingnya yaitu kedekatan antara hubungan Tuhan dengan hamba yang terus terjalin. Peperangan yang memakan waktu bertahun-tahun itu pada akhirnya menemui titik perdamaian, walau hanya sebentar saja. Adik Raja Richard I dinikahkan dengan adik al-Ayyubi, al-Adil, yang selanjutnya menjadi penguasa Baitul Maqdis.
Setelah berakhirnya peperangan, al-Ayyubi memindahkan pusat pemerintahannya ke Damaskus. Tidak lama setelah itu ia jatuh sakit selama 14 hari dan akhirnya wafat dalam usia 57 tahun setelah memerintah selama 25 tahun. Ia tidak meninggalkan harta kekayaan kecuali hanya beberapa dinar dan dirham. Bekas kekuasaannya dibagikan kepada anak dan saudaranya.
Lagi-lagi peristiwa ini dikisahkan berulang kali tentu tidak lain hanya menjadi pengingat khususnya kepada kalangan umat Muslim sebagai makna spiritualnya dan tonggak sejarah yang menginspirasi. Peristiwa penting ini terjadi pada bulan Rajab.
SUMBER:
Ensiklopedia Islam. Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi dari Salahuddin Yusuf al-Ayyubi – Ensiklopedia Islam Amir Sahidin. (2022). Jurnal. Pembebasan Baitul Maqdis Oleh Shalahuddin