Di dunia ini banyak sekali representasi yang memuaskan dahaga, namun, hanya untuk memanjakan mata. Jika hidup hanya sekedar hidup, mengejar dunia yang fana, maka tidak akan ada ujungnya, tidak akan pernah merasa puas. Setelah berhasil mendapatkan keinginan yang pertama, ia akan bersiap menuju keinginan yang kedua, begitulah seterusnya, bersikukuh memperjuangkan dunia, satu ujung yang akan dijumpainya, yaitu ajalnya tiba.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang paling aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi yang aku khawatirkan adalah ketika dunia ini dibukakan untuk kalian sebagaimana ia telah dibukakan untuk orang-orang sebelum kalian. Maka kalian pun berlomba-berlomba untuk meraupnya sebagaimana mereka meraupnya. Maka dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia membinasakan mereka,” (HR. Bukhari).
Syekh Abdul Karim al-Khudhair pun berkatan, “Ujian dalam bentuk kesulitan/musibah bisa dilalui oleh banyak orang. Akan tetapi bila mana ujian berupa kelapangan, terbukanya dunia (baginya) dan kekayaan; betapa sedikit orang yang bisa melewatinya. Ini merupakan perkara yang bisa disaksikan oleh semuanya. Kenyataan yang terjadi pada umumnya kaum Muslimin ketika dibukakan untuk mereka dunia ternyata mereka justru menyepelekan perintah-perintah Allah ‘Azza wa jalla dan berpaling dari jalan kebenaran. Dan mereka pun menukar nikmat yang Allah berikan dengan kekafiran yang mereka kerjakan…” (syarh kitab al-Fitan min shahih Bukhari, hlm 13).
Hal ini pula bersesuaian dengan hadis Nabi di redaksi lain, “Nyaris sudah para umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya”, lalu seseorang bertanya: “Apakah kami pada saat itu sedikit?” beliau menjawab: “Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan kedalam hati-hati kalian wahn (kelemahan)”, lalu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah apa wahn (kelemahan) itu?”, kata beliau: “Cinta dunia dan takut mati”.
Fenomena ini sekarang sudah banyak terjadi, umat Islam dengan mayoritas namun kehilangan powernya atau kewibawaan. Hal ini disebabkan umat Islam terkena wabah berbahaya, yaitu cinta dunia dan takut mati.
Perilaku-perilaku yang kemungkinan terprediksi penyakit wahn, yaitu rasa malas menjangkiti pribadi kaum Muslimin dan lalai dalam beribadah. Buktinya, banyak di antara kita yang masih suka mengakhirkan dalam mengerjakan shalat, sebab, kesibukan dunia yang menyergapnya.
Tidak bersegera untuk melakukan taubat, padahal dalilnya sudah tertera jelas, “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu…” (QS. Ali’Imran: 133). Apatah lagi jika menyadari bahwa yang diperbuatnya mengandung dosa, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau mendzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah?…” (QS. Ali’Imran: 135).
Semoga Allah Ta’alah menjaga kita semua dari sifat wahn yang menghinggapi…
SUMBER: NU Online. (2023). Penyakit Wahn Dan Hilangnya Kekuatan Suatu Umat dari https://jabar.nu.or.id/taushiyah/penyakit-wahn-dan-hilangnya-kekuatan-suatu-umat-MZR90