Di dalam sebuah lingkaran pertemanan hendaknya selektif dalam memilih teman, sebab, biasanya orang yang terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan dan kesesatan akibat dipengaruh oleh pertemanan yang jelek.
Loyalitas di dalam sebuah pertemanan memang sangat penting. Terlebih bisa membangun kepercayaan, menguatkan hubungan pertemanan, menunjukkan rasa hormat atau menghargai teman dan membantu dalam kesulitan. Tapi jika pertemanan tersebut sekiranya mengandung serpihan-serpihan kemungkuran, maka segeralah untuk merubahnya.
Kendati demikian, ada orang yang memperoleh manfaat atau mendapatkan hidayah disebabkan bergaul dengan teman-teman shalih, pun banyak juga.
Dalam sebuah hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Dikatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Karib seperti apa yang baik untuk kami? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Yakni siapa yang mengingatkan kelian kepada Allah jika kalian memandangnya, dan menambah ilmu kalian perkataannya, dan mengingatkan kalian tentang akhirat amalannya.” Riwayat Abu Ya’la dala al-Musnad (2437), 4/326, Al Hafidz Al Bushiri berkata, “Di dalam periwatannya ada dalam Majma’ Az Zawaid, 10/226).
Dikisahkan tentang Abu Bakar Al-Muthawi’I selama dua belas tahun selalu aktif mengikuti majelis Imam Ahmad. Di majelis hadis tersebut imam Ahmad membacakan Al-Musnad kepada putra-putra beliau. Namun, selama mengikuti majelis tersebut, Al-Muthawi’I tidak memiliki catatan, walau hanya satu hadis. Lantas apa yang membuat Al-Muthawi’I tetap menghadiri majelis Imam Ahmad?
Ternyata beliat memiliki maksud lain, yaitu hanya ingin memandang Imam Ahmad. Tidak hanya Al-Muthawi’I saja yang datang ke majelis hadis sekedar untuk memandang Imam Ahmad. Kebanyakan dari hadirin majelis hadis tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al-Muthawi’i.
Padahal, jumlah mereka yang hadir dalam majelis Imam Ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadis kurang dari 500 orang. (Dikisahkan Ibnu Al-Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad, hal 210).
Kisah di atas, mengajarkan kita untuk tetap mengikuti majelis atau suatu perkumpulan yang mana di dalamnya terdapat orang-orang shalih. Dengan mengharapkan kita merupakan salah satu bagian dari orang-orang yang shalih tersebut.
Sebagaimana syair yang dilantunkan oleh Imam Asy-Syafi’I rahimahullah wa ardhah:
Aku mencintai orang-orang shalih meskipun aku bukan termasuk di antara mereka.
Semoga bersama mereka aku bisa mendapatkan syafa’at kelak.
Aku membenci para pelaku maksiat, meskipun aku tak berbeda dengan mereka.
Aku membenci orang yang membuang-buang usianya dalam Kesia-siaan walaupun aku sendiri adalah orang yang banyak menyia-nyiakan usia.
Dari syair ini, kita mendapatkan sebuah pelajaran berharga bahwasannya keshalihan bukan untuk dipuja melainkan untuk diperjuangkan.
Jangan sampai kita menyesal dikemudian hari karna memilih teman yang mempengaruhi keburukan kepada kita. “Dan ingatlah orang-orang zhalim menggigit kedua tangannya seraya berkata: “Aduhai kiranya aku dahulu mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dahulu aku tidak mengambil fulan sebagai teman karibku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an sesudah Al-Qur’an itu datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan: 27-29).
Semoga Allah Ta’ala mendatangkan kepada kita seseorang yang bisa memberi hidayah dan mendatangkan manfaat kepada kita serta tidak mendatangkan penyesalan di hari kelak nanti Allahuma aamiin…
SUMBER: Hidayatullah.or.id. (2021). Pentingnya Untuk Selalu Dekat Kepada Ulama Dan Orang Shalih dari https://hidayatullah.or.id/pentingnya-untuk-selalu-dekat-kepada-ulama-dan-orang-shalih/