Seorang kepala rumah tangga yang berniat untuk mencari nafkah terhadap keluarganya, sebenarnya mereka sedang mengemban amanah Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan secara langsung keutamaannya dalam mencari nafkah, “Nafkah yang diberikan seorang kepala rumah tangga kepada keluarganya bernilai sedekah. Sungguh, seseorang diberi ganjaran karena meski sesuap nasi yang dia masukkan ke dalam mulut keluarganya”. (HR. Muttafaq ‘alaih).
Apapun pekerjaannya, visinya yang utama adalah halal dan tayyibah (baik). Insya Allah akan mulia dihadapan Allah.
Di dalam Islam diajari caranya bersikap dengan baik, jika memberi jangan menyakiti, “Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti (perasaan penerima).…” (QS. Al-Baqarah: 264).
Apalagi tidak ada niatan membeli malah mendzalimi, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik dari pada mereka (yang mengolok-olok).…” (QS. Al-Hujurat: 11).
Kejadian baru-baru ini, mengingatkan kisah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermuka masam kepada seorang buta yang ingin tahu tentang Islam. Ketika itu, Rasulullah sedang fokus terhadap dakwahnya kepada kafir Quraisy dan konsentrasinya merasa terganggu karna kedatangan orang buta tersebut. Kemudian Allah menegurnya dalam surah ‘Abasa.
Bagaimana dengan kita? Seorang Rasulullah saja mendapat teguran dari Allah, dalam surah ‘Abasa tersebut. Rasulullah diperintahkan untuk tidak membeda-bedakan antara orang yang mulia dan orang yang lemah, orang yang miskin dan orang yang kaya. Karna bisa jadi, orang yang datang tersebut mau menyucikan dirinya.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita semua hidayah serta inayahnya agar senantiasa menjaga mulut tidak mudah bercakap kecuali hanya lantunan dizkir yang ringan.
Ya Allah berilah keberkahan kepada para pencari nafkah dalam usaha berdagangnya…