“Dia baik, soft spoken, wawasannya luas, ganteng, dia mampu memvalidasi semua perasaan aku. Apa kalo aku pergi, aku bisa dapet yang lebih baik dari dia?”.
Jawabannya bisa banget. Kalo pun dia belum bisa kembali, artinya dia bukan yang terbaik untuk kita, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216). Orang-orang yang lagi tenggelam di lautan asmara tidak bisa dianggap remeh, orang-orang yang seperti itu fragail (rentan), mudah rapuh seperti kaca.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan secara langsung ketika Allah cemburu kepada hambanya pada saat hambanya mencitai hambanya yang lain melebihi cintainya kepada Allah, apalagi cintanya itu sebelum halal, “Sesungguhnya Allah itu cemburu dan orang beriman juga cemburu. Kecumburuan Allah terjadi jika seorang mukmin melakukan apa yang diharamkan Allah kepadanya.” (Muttafaq ‘alaihi).
“Masalahnya belum bisa nerima kalo dia ngelepasin aku. Kita udah coba berkali-kali”.
Salah satu penyakit orang yang sedang dimabuk cinta yang terus muncul sampai sekarang, ia akan berpikiran sempit ketika Allah memutus hubungan yang ga sehat ini, karna boleh jadi tindakan yang seperti itu membuat Allah merasa cemburu kepada kita.
Kenapa harus buru-buru berburuk sangka kepada Allah. Padahal bisa jadi, Allah sedang mempersiapkan pasangan yang terbaik dari yang kita harapkan atau menghindari keburukan yang akan datang kepada kita. Allah sengaja memutus dan Dia mengingikan agar kita bertaqarrub lagi kepada-Nya.
Allah SWT berfirman, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah berimah,” sedangkan mereka tidak diuji? (QS. Al-Ankabut: 2) dan “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir” (QS. Al-Ma’arij: 19).
Pada kenyataannya kita memang se-lemah itu, Yang merasa denial atau belum ngerasain tenggelam di lautan asmara dan susahnya stabil agar tetap bertaqarrub. Ketika setan membisiki dan membuat indah untuk mendekati sesuatu yang diharamkan kepada kita.
Padahal kita bisa berbaik sangka kepada Allah, “Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku”. (Muttafaq ‘alaihi). Do’a tsabbit qolbi ala diinik, “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu” itu bisa membentengi diri kita dari hubungan sebelum pernikahan atau interaksi antara lawan jenis.
Semoga kita semua tidak hanya memvalidasi perasaan kepada hamba-Nya aja, tapi jadi hamba yang menjalin hubungannya sama Allah tidak sebatas transaksional, bukan menjadi hamba sekedar ada maunya baru bertaqarrub kepada Allah.