Hasad merupakan salah satu sifat tercela dan merupakan salah satu dari penyakit hati. Penyakit ini sudah ada sejak zaman Nabi Adam AS, yakni ketika putra Nabi Adam AS, Qabil yang tega membunuh saudara kembarnya, Habil, yang dikarenakan kurban dari Qabil tidak diterima oleh Allah SWT.
Sebagaimana Firman-Nya, “Kemudian, hawa nafsunya (Qabil) mendorong dia untuk membunuh saudaranya. Maka, dia pun (benar-benar) membunuhnya sehingga dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Maidah: 30).
Dalam bahasa Indonesia, hasad ialah iri atau dengki. Imam Al-Ghazali, mendefinisikan hasad dengan mengatakan, bahwa hasad ialah perkara nikmat. Ketika Allah SWT. memberikan nikmat kepada saudaramu, maka akan timbul dua hal. Pertama, engkau akan membenci nikmat tersebut dan ingin nikmat tersebut hilang, maka inilah hasad.
Rasulallah SAW. melarang kepada umatnya untuk berbuat hasad. Sebagaimana sabda Rasulallah SAW, “Hindarilah kamu daripada hasad, karena hasad itu memakan segala amal kebajikan, bagaikan api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud).
Akan tetapi, ada juga hasad yang dibolehkan oleh Rasulallah SAW. Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulallah SAW bersabda, “Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta, lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (al-Qur’an dan as-Sunnah), lalu ia amalkan dan ajarkan.” (HR. Bukhari dan Muslim.)
Hasad tersebut dikenal dengan sebutan ghibtoh. Ghibtoh ialah ketika seorang mengharapkan nikmat seperti orang lain tanpa mengharapkan nikmat dari orang lain tersebut hilang.
Imam An-Nawawi membagi hasad menjadi dua. Pertama, hasad yang mengharapkan nikmat orang lain hilang dan itu merupakan hasad yang dilarang. Kedua, hasad yang ketika orang lain mendapatkan kenikmatan, maka ia berangan-angan agar bisa mendapatkan nikmat tersebut tanpa mengharapkan nikmat orang lain tersebut hilang.
Ghibtoh pada hal dunia itu diperbolehkan. Jika pada urusan akhirat dan ketaatan maka itu dianjurkan.
Ketika seorang iri dengan pencapaian atau ketaan yang dimiliki oleh orang lain. Misalnya, kepada seorang yang diberikan kemampuan untuk menghapal dan mengajarkan Al-Qur’an atau dengan seorang yang mampu menginfakkan hartanya pada jalan Allah SWT., ia iri dengan orang tersebut sehingga hal tersebut dijadikan sebagai motivasi bagi dirinya agar terus semangat dan berloma-lomba dalam hal kebaikan. Maka hal seperti itulah yang dianjurkan.
Sebagaimana firman Allah SWT., “Bagi setiap umat ada kiblat yang dia menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah :148).
Sumber
Al-Quran terjemahan
Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
rumaysho.com/1586-hanya-boleh-hasad-pada-dua-orang.html