
Shalat merupakan sebuah ritual peribatan yang istimewa. Sebab, turunnya perintah shalat pun Allah langsung yang memerintahkan melalui satu peristiwa yang dikenang, yakni Isra’ dan Mi’raj. Jika dilihat kembali kesungguhan dan keseriusan Nabi SAW dalam mengemban perintah ini, mula-mula Nabi SAW, menerima perintah shalat sebanyak 50 raka’at dalam sehari lalu diringkas menjadi 5 raka’at saja dalam sehari, saking beliau memikirkan umatnya, setelah beliau dinasihatkan oleh Nabi Musa. Namun, perjuangan beliau tidak sebanding dengan perlakuan umatnya, banyak sekali di antara kita, tidak terkecuali penulis, masih sering meninggalkan shalat, dalam artian shalatnya tidak tepat waktu, semaunya saja, itu pun jika ingat.
Padahal orang yang memerangi hawa nafsunya dan bersabar dalam ketaatan, maka ia tergolong ke dalam barisan para mujahidin dan kematiannya dihitung sebagai golongan para syuhada. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Ghazali; jiwa yang sehat itu dihiasi dengan empat induk kesalehan, yakni hikmah, kesederhanaan (iffah), keberanian (syajaah) dan keadilan (‘adalah).
Beliau pun juga membahas tentang keempat potensi tersebut adalah sifat binatang ternak, sifat binatang buas, sifat setan dan sifat malaikat, Al-Ghazali menguraikannya sebagai berikut:
“Sesungguhnya kebahagiaan hewan ternak itu saat makan, minum, tidur dan melampiaskan Hasrat seksualnya. Jika anda termasuk golongan mereka, maka bersungguh-sungguhlah dalam memenuhi kebutuhan perut dan kemaluan. Kebahagiaan binatang buas itu dikala ia berhasil memukul dan membunuh. Kebahagiaan setan itu ketika ia berhasil melakukan makar, kejahatan dan tipu muslihat. Jika anda berasal dari golongan mereka, maka sibukkanlah diri anda dengan kesibukan setan. Sedangkan kebahagiaan malaikat itu tatkala ia menyaksikan kehadiran Tuhan. Maka jika anda termasuk golongan malaikat, maka bersungguh-sungguhlah dalam menganali asal usul anda, hingga mengetahui jalan menuju kepada-Nya dan terbebas dari belenggu syahwat dan amarah. (Imam al-Ghazali, tth: kimiya al-sa’adah, hal 1).
Nah begitu pula, jika ia hanya mengikuti hawa nafsunya dan tidak mau mengenali Tuhan, maka ia seperti hewan ternak kata Imam al-Ghazali. Lalu bagaimana dengan fenomena Muslim meninggalkan shalat hanya sebab mengejar perkara duniawi? Jawabannya sebagaimana yang dikisahkan Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash ketika ia mendengar ceritanya dari Nabi SAW., “Siapa yang menjaga shalat, makai a akan mendapatkan cahaya, petunjuk, keselamatan pada hari kiamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan kelak. Nantinya di hari kiamat, ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad).